REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan regulasi yang melarang wahabisme maupun khilafaisme masih belum ada di Indonesia.
Oleh karena itu, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid berharap Lembaga Persahabat Ormas Islam (LPOI) bisa memberikan kontribusi yang produktif terhadap negara dan bangsa Indonesia.
"LPOI diharapkan memberikan kontribusi yang produktif dan tentunya signifikan terhadap negara dan bangsa, terutama pemerintahan. Karena, sampai detik ini kalau kita berbicara musuh agama dan musuh negara, sampai detik ini regulasi yang ada di Indonesia belum lah lengkap," ujarnya saat sambutan dalam cara pembukaan Mukernas LPOI di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Kamis (15/9/2022).
Menurut dia, regulasi yang melarang musuh negara dan musuh agama saat ini hanyalah regulasi yang terkait dengan Tap MPRS nomor 25 tahun 1966, dan UU nomor 27 tahun 1999. Menurut dia, regulasi tersebut hanya berisi larangan larangan terhadap proganda dan penyebar luasan ideologi komunisme, marxisme, dan leninisme.
"Sementara, untuk ideologi-ideologi lainnya, radikalisme kanan yang mengatasnamakan agama misalnya khilafahisme, wahabisme dan lain sebagainya dan radikalisme lainnya, liberalisme kapitalisme dan sekularasime belum ada larangannya," ucap dia.
"Sehingga ketika HTI, FPI maupun jaringan-jaringan teroris yang ada di Indonesia dilarang, tetapi yang dilarang adalah organisasinya dengan Undang-Undang Ormas 16 tahun 2017," imbuhnya.
Tetapi, lanjut dia, organisasi-organisasi yang telah dilarang tersebut masih bebas mengglorifikasi, menggelorakan, dan memprogandakan ideologi-ideologi yang benar-benar bertentangan dengan konsensus nasional bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal ika, UUD 1945, dan NKRI.
Dalam acara yang sama, Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Prof KH Said Aqil Siradj, menyampaikan bahwa radikalisme dan terorisme tetap harus diwaspadai oleh pemerintah dan umat Islam.
"Radikalisme, terorisme tetap menjadi perhatian kita atau kewaspadaan kita," ujar Kiai Said.
Dia menambahkan, ada benang merahnya antara politik oligarki dengan radikalisme. Dia baru menyadari bahwa ternyata kapitalisme dengan radikalisme ada benang merahnya.
"Ternyata ada benang merahnya, ada kaitannya antara sistem politik oigarki, ekonomi kapitalisme dengan lahirnya radikalisme," kata Kiai Said.
Dengan kesenjangan yang semakin melebar, tambah dia, maka lahirlah kemiskinan dan ketidakadilan dan itu berpotensi memunculkan kelompok teroris.
“Itu sangat berpotensi untuk munculnya kelompok-kelompok teroris, minimal radikal, minimal mereka ingin mencari jalan pintas, baik itu merampok, melakukan kriminal, kejahatan," jelas Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah ini.