REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) menghelat forum diskusi yang melibatkan delegasi pesantren-pesantren se-Jawa dan Madura pada Sabtu-Ahad (10-11/9/2022). Acara tersebut berlangsung di Pesantren al-Hamid, Cilangkap, Cipayung, Jakarta.
Berdasarkan keterangan tertulis kepada Republika, acara dibuka oleh KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, pengasuh Pesantren Lirboyo dan penasihat FMPP. Kiai Abdullah menyatakan bahwa rintisan Forum Bahtsul Masail antar Pesantren atau FMPP ini merupakan inisiatif dan ide dari dua ulama besar yakni KH. Idris Marzuqi pengasuh Pesantren Lirboyo dan KH. Zainuddin Jazuli pengasuh Pesantren Ploso Kediri.
Ada tiga tujuan didirikannya FMPP, yaitu: Pertama, untuk menjaga persatuan antar pesantren. Kedua, untuk meningkatkan kualitas intelektual para santri yang notabenenya akan menjadi ulama pada masa akan datang. Ketiga, demi menjaga eksistensi fungsi kitab-kitab klasik warisan ulama klasik sebagai referensi untuk menjawab berbagai persoalan yang sedang berkembang di masyarakat.
KH. Asnawi Ridwan, perumus Forum Musyawarah Pondok Pesantren atau FMPP menjelaskan bahwa di antara tema yang dibahas adalah polemik ACT. Sebagaimana yang telah banyak diwartakan oleh banyak media, ACT merupakan lembaga pengelola dana sosial ternyata dalam teknis pengelolaannya terindikasi melakukan pelanggaran terhadap aturan perundangan yg telah ditetapkan oleh pemerintah.
Seperti peraturan pemerintah nomer 29 tahun 1980 tentang pengumpulan sumbangan, menyatakan pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak banyaknya 10% dari hasil donasi. Namun kenyataannya, ACT telah memberi pengakuan bahwa pihak ACT mengambil 13% dari hasil donasi.
Terkait dengan praktek penyelewengan tersebut, lanjut Kiai Asnawi, para kiyai yang terlibat dalam diskusi FMPP berpendapat bahwa apa yang dijalankan oleh ACT dihukumi haram karena melanggar undang-undang pemerintah. Dalam hal ini pihak menejemen ACT layak diperiksa dan dituntut pertanggungjawabannya.
Kiai Asnawi Ridwan yang juga pengasuh Pesantren Fashihuddin Depok menyampaikan argumentasi sebagai acuan penetapan rumusan hukumnya secara syariat adalah, bahwa pemerintah berkewajiban untuk melindungi rakyatnya dari segala ancaman yang membahayakan atau yang merugikan segenap warga negara. Oleh karena itu, UU wajib dipatuhi oleh semua warga negara.
FMPP juga memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar lembaga pengelola dana sosial dikategorikan sebagai bentuk perusahaan yang bergerak dibidang usaha kerja bukan aktivitas sosial. Sehingga aktivitasnya diawasi oleh Ojk dan diaudit oleh BPK. Agar pemerintah membuat aturan untuk mengatur regulasi masuknya dana asing ke berbagai LSM yg bersebaran di Indonesia.
Acara ini dihadiri oleh Rois Suriyah PWNU DKI Jakarta KH. Muhyiddin Ishaq, Katib Suriyah sekaligus tuan rumah pengasuh Pesantren al-Hamid, KH. Athoillah Manshur Pesantren Lirboyo, dan para kiyai yang lain.