Kamis 01 Sep 2022 17:50 WIB

Saran Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia Cegah Kekerasan di Pesantren

Pesantren diminta memasukkan larangan melakukan kekerasan dalam aturan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Pondok Pesantren. Saran Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia Cegah Kekerasan di Pesantren
Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI
Ilustrasi Pondok Pesantren. Saran Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia Cegah Kekerasan di Pesantren

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia KH Abdul Ghaffar Rozin memberikan saran dan masukan untuk dunia pesantren guna mencegah terjadinya kejahatan dan kekerasan di pondok pesantren.

Kiai Rozin mengatakan, ada beberapa saran dari Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia untuk dilakukan pesantren dan santri guna mencegah kejahatan dan kekerasan. Berikan edukasi oleh keluarga besar pondok pesantren kepada santri, guru, karyawan dan karyawati bahwa kejahatan dan kekerasan fisik, verbal serta seksual adalah haram.

Baca Juga

Ia menjelaskan, kejahatan dan kekerasan fisik, verbal serta seksual adalah tindakan zalim. "Tidak sesuai dengan perikemanusiaan, serta melanggar ajaran agama dan hukum negara," kata Kiai Rozin kepada Republika, Kamis (1/9/2022).

Kiai Rozin juga menyarankan agar keluarga besar pondok pesantren memberikan pemahaman terkait apa saja bentuk-bentuk kekerasan dan kejahatan fisik, verbal serta seksual yang dilarang oleh agama dan undang-undang (UU). Kemudian pemahaman itu didekatkan dengan kasus lapangan.

Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia juga menyarankan agar keluarga besar pondok pesantren memasukkan secara eksplisit larangan melakukan kekerasan ke dalam peraturan pondok pesantren. Awasi dan diimplementasikan secara konsisten aturan tersebut.

"Tindak kekerasan apapun tidak boleh dianggap bercanda," ujar Kiai Rozin.

Kiai Rozin menambahkan, keluarga besar pondok pesantren sebaiknya segera menindaklanjuti laporan dengan mengecek kebenarannya. Laporan korban diasumsikan benar sebelum terbukti salah.

"Penting, ayomi, lindungi, dan pilihkan korban. Hadirkan pelaku, selesaikan masalah dengan penegakan sanksi yang mengedepankan mekanisme taubat dan restorative justice," kata Kiai Rozin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement