REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres Umat Islam Sumatra Utara (Sumut) ke-2 resmi ditutup pada Ahad (28/8) ini. Kongres ini dihadiri sejumlah tokoh nasional, di antaranya Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mattalitti, Tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan cucu salah satu pendiri Nahdlatul Ulama KH Solachul Aam Wahib Wahab (Gus Aam).
Hadir pula dalam kongres tersebut, yaitu Amien Rais, Ichsanuddin Noorsy, Ketua MUI Sumut Maratua Simanjuntak dan Ketua PW Al-Washliyah Sumut Dedi Iskandar. Kongres tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi yang terbagi enam bidang, sebagaimana diterima dari Ketua Panitia Kongres Umat Islam Sumut ke-2 Masri Sitanggang.
Pertama adalah bidang ukhuwah dan kesatuan umat Islam. Dalam bidang ini, kongres merekomendasikan untuk membentuk Badan Pekerja Kongres yang anggota intinya adalah para penggagas KUI Sumut ke-2. Badan ini bertugas di antaranya bersama MUI Sumatera Utara, mewujudkan Sekretariat bersama Ormas-ormas Islam di Sumatera Utara. Badan itu juga berperan aktif mendorong terlaksananya kongres di seluruh provinsi di tanah air.
Selain itu juga mendorong terbentuknya Pandu Bela Negara sebagai wadah pembinaan Generasi Muda Islam, mendorong terbentuknya lembaga Solidaritas Dunia Islam, mempersiapkan terbentuknya Panitia Kongres ke-3 Umat Islam Sumatera Utara.
Tokoh-tokoh umat dan pimpinan-pimpinan ormas Islam diimbau untuk senantiasa memberikan teladan akhlak mulia kepada umat, menahan diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan disharmoni di kalangan umat, serta aktif berperan memperkuat ukhuwah Ihlamiyah dengan mendamaikan pihak-pihak yang kurang harmonis sebagaimana perintah Allah dalam Al-Hujarat ayat 9 dan 10.
Masih dalam bidang ukhuwa dan kesatuan umat Islam, KUI Sumut ke-2 ini mendesak partai-partai Islam atau partai yang berbasis Islam agar dalam Pilpres 2024 bersatu mengusung calon presiden yang sama. Di samping itu, calon presiden yang didukung harus tidak terindikasi Islamofobia dan adalah calon yang mendukung keputusan Kongres ini.
Kedua, yaitu pada bidang ideologi. Kongres memutuskan bahwa Pancasila harus dikembalikan pada fungsi dalam statusnya sebagai nilai dasar. Kongres tersebut menyampaikan bahwa Pancasila yang sah adalah rumusan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di mana Pancasila dijiwai Piagam Jakarta.
Selain itu, kongres juga meminta untuk kembali ke rumusan UUD 1945 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan melakukan perubahan yang tidak bertentangan dengan pembukaan UUD 1945. Kongres juga meminta dilakukan peninjauan dan pembatalan terhadap seluruh produk peraturan perundang-undangan yang bertentangan atau tidak sejalan dengan nilai dan semangat Pembukaan UUD 1945.
Ketiga, pada bidang politik, yaitu mengembalikan fungsi DPR dan MPR sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 yang diberlakukan kembali berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959. Kemudian menghapuskan ambang batas parlemen sejak dalam pemilihan umum 2024.
Keempat, yakni bidang ekonomi, yang meminta pemerintah untuk menjamin adanya stabilitas harga pada hajat hidup orang banyak baik barang maupun jasa. Termasuk juga mengembalikan sumber daya produksi dan distribusi baik barang maupun jasa publik untuk tunduk dan patuh pada ekonomi konstitusi UUD 1945.
Kelima, pada bidang keamanan, Kongres Umat Islam Sumut ke-2 mendesak dilakukannya reformasi struktural dan kultural dalam organisasi Kepolisian RI. Selanjutnya, dalam melaksanakan peran, antara TNI dan Polri harus bersinergi sehingga kedudukan dan komposisi TNI-Polri harus diseimbangkan di mana TNI di bawah Kementerian Pertahanan dan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Kongres juga mendesak dibentuknya tim independen untuk melakukan audit program dan kinerja Polri. Selain itu juga mengembalikan fungsi dan tugas TNI sesuai dengan undang-undang.
Terakhir, keenam terkait Islamofobia. Dalam hal ini, kongres menyatakan bahwa pemerintah Indonesia wajib meratifikasi Resolusi PBB tentang Islamofobia dan menetapkan 15 Maret sebagai hari anti-Islamofobia. Kongres juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera membentuk UU Anti-Islamofobia dan membentuk badan anti-Islamofobia.