Jumat 05 Aug 2022 10:04 WIB

Kisah di Balik Diresmikannya Muhammadiyah Padang Panjang pada 1926

Pendirian Muhammadiyah Padang Panjang sempat mengalami penolakan.

Warga duduk di belakang monumen Alquran kawasan Islamic Center Kota Padang Panjang, Sumatra Barat, Rabu (24/7/2022). Monumen Al Quran tersebut merupakan ikon baru Padang Panjang sebagai Kota Serambi Mekkah yang dibangun oleh alumni angkatan 81 SMP se-kota itu. Kisah di Balik Diresmikannya Muhammadiyah Padang Panjang pada 1926
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Fikrul Hanif Sufyan,

Baca Juga

Pemerhati Sejarah, Staf Pengajar di STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh dan Ketua PUSDAKUM Muhammadiyah Sumatra Barat

Proses berdirinya Muhammadiyah di Padang Panjang –sering menjadi rujukan adalah yang diungkap HAMKA dalam beragam karyanya. Namun, jarang yang mengungkap versi kedua, mengenai sejarah tegaknya persyarikatan di Padang Panjang.

Narasinya bermula dari seorang pemuda Nagari Pitalah bernama Saalah Jusuf gelar Sutan Mangkuto. Ia baru saja kembali dari Jawa, kemudian mendirikan Perkumpulan Tani di kampung asalnya bulan Agustus 1925.

Saalah dinilai berani mengambil resiko besar, mengingat nagari Pitalah merupakan basis groep Sarekat Rakyat Padang Panjang –organisasi yang berafiliasi ke Komunis. Ketika Saalah ingin mengubah perkumpulannya, memang penuh intrik dan memicu konflik dengan otoritas Pitalah.

Mereka ingin organisasi itu, langsung di bawah lembaga adat Pitalah, dan seluruh kegiatan berada di mesjid nagari. Untuk mengurus izin persyarikatan, Saalah harus melalui urusan yang berbelit, mulai dari penghulu nagari, ulama Naqsyabandiyah, dan guru-guru agama.

Intrik penolakan terhadap embiro Cabang Padang Panjang, sebenarnya sudah terendus. Ketika kepala nagari Pitalah menyampaikan penolakan mereka kepada Asisten Residen Padang Panjang pada November 1926.

Mereka menolak, bila Muhammadiyah berada di luar kontrol kepala nagari Pitalah. Setelah kepala nagari menghadap, tanggal 2 Desember 1926 giliran majelis nagari mengeluarkan putusan,”Perkumpulan Tani dan Muhammadiyah dibubarkan. Tabligh agama bisa diadakan kapan saja di mesjid. Izin yang tersedia diberikan oleh sidang Jumat dan ulama.” (Mailrapport 523x/1927).

Penolakan otoritas adat tentu bisa dipahami, sebab Pitalah merupakan basis tarekat Naqsyabandiyah, sehingga hadirnya Muhammadiyah dianggap ancaman serius. Namun, Saalah tidak peduli atas penolakan otoritas nagari.

Pada 2 Juni 1926 Sutan Mangkuto, Datuk Sati, dan dua pimpinan Tabligh Muhammadiyah, mengalihkan organisasi Perkumpulan Tani menjadi Cabang Padang Panjang (Mailrapport 523x/27).

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement