REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh moderasi beragama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) menilai gagasan moderasi beragama telah mengalami perkembangan pesat, tak lagi hanya sebatas diskursus tetapi telah menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan.
"Sekarang sudah dan sedang menjadi referensi kontekstual, jadi yang saya maksud gagasan konseptual menuju referensi kontekstual," kata Lukman dalam International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2022, di Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Sebagai penggagas moderasi beragama, Lukman mengisahkan perjalanan gerakan yang dimulai pada Januari 2019 itu. Mulanya, moderasi beragama menjadi mantra di 4.000 lebih satuan kerja (satker) Kementerian Agama (Kemenag).
Selanjutnya, moderasi beragama masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kini, gerakan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab Kemenag, tetapi seluruh kementerian dan lembaga di Tanah Air.
Moderasi beragama kemudian menjadi bahan kajian di berbagai perguruan tinggi, hingga melahirkan banyak skripsi, tesis, dan disertasi. Tak hanya itu, muncul banyak rumah moderasi beragama di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
"Kajian-kajian itu menjadi cikal bakal dasar kebijakan berbasis data, ini patut kita syukuri. Jadi moderasi beragama tidak lagi menjadi wacana diskursus, dari gagasan konseptual lalu kemudian menjadi referensi kontekstual," katanya.
Di berbagai kajian tentang moderasi beragama, sambung Lukman, selalu memunculkan rekomendasi yang menjadi data landasan kebijakan pengambil kebijakan. Bahkan, pungkasnya, buku-buku moderasi beragama sudah diterjemahkan ke sejumlah bahasan mulai Bahasa Inggris, Arab, hingga Mandarin.