REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai, sebenarnya hukuman untuk pelaku pembunuhan berencana adalah dihukum mati (qisas ) karena hukum Islam telah mengaturnya. Kendati demikian, PBNU menyadari Indonesia bukanlah negara Islam yang menerapkan hukuman ini dan NU tunduk pada aturan pemerintah.
"Kita kan tunduk pada hukum positif Indonesia. Sedangkan, negara ini kan bukan negara Islam," ujar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrurrozi saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (23/7/2022).
Dia menegaskan, NU tentu tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia sebab tak mungkin menegakkan hukum qisas sendiri tanpa pemerintah.
Dia menjelaskan, pihak yang berhak menegakkan hukum qisas adalah pemerintah Indonesia.
"Jadi, tak boleh membunuh sendiri karena harus diterapkan oleh pemerintah," katanya.
Kondisi ini berbeda dengan Arab Saudi yang menerapkan hukum Islam yang diwajibkan menerapkan qisas sebab, embunuhan itu adalah dosa besar dan negara harus menerapkan hukuman setimpal.
Kendati demikian, dia melanjutkan ada pilihan apabila orang membunuh maka ada hak dari wali keluarganya yang harus dibayar.
Dia menyebutkan pihak keluarga boleh minta balas dihukum mati atau pelaku membayar denda alias diyat 100 ekor unta senilai miliaran rupiah atau keluarga memberikan pengampunan tanpa syarat.
Namun, dia mengingatkan itu hanya membayarkan hak untuk wali, belum membayar utang nyawa kepada Allah SWT yang merupakan hak Tuhan.
"Jadi sekarang tinggal hakim Indonesia saja. Kalau dia mau dan memutuskan eksekusi mati maka boleh saja dan itu selaras dengan hukum Islam," ujarnya.
Dia menambahkan, jika pelaku sudah dihukum mati maka artinya yang bersangkutan sudah tak punya hutang nyawa dan hak Tuhan sudah ditunaikan.
Kendati demikian, Ahmad mengingatkan seandainya pelaku hanya dihukum 10 tahun atau hukuman tak sesuai bukan mati maka dia mempunyai utang nyawa yang nanti akan dibayar di akhirat yakni hari pembalasan.
Di hari itu, menurut dia, semua hukuman untuk perbuatan kezaliman, penindasan, pembunuhan atau perbuatan yang jahat pasti ada.
Dia menambahkan, hukum qisas adalah hukum Tuhan yang berlaku untuk siapapun. Artinya meskipun bukan Muslim yang melakukannya bukan berarti tidak dihukum.
Siapapun yang melakukannya telah melakukan dosa bahkan jika pelaku yang melakukan pembunuhan berencana belum baligh, maka hukuman ditentukan saat dewasa.
"Karena membunuh adalah hak Allah yang melarang membunuh. Siapa yang membunuh maka itu masuk dosa besar," katanya sembari mengingatkan korbannya juga bisa menuntut di akhirat nanti.
Sebelumnya, pembunuhan berencana bukan hal yang baru terjadi di Indonesia. Terbaru adalah dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.