REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merespons beredarnya isu mengenai dugaan penyelewengan dana donasi umat, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan, perlu adanya kehati-hatian berganda dalam pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat (LAZ).
"Dalam pengelolaan LAZ, terdapat dua kompetensi yang harus dipenuhi yaitu kompetensi syariah dan kompetensi teknis," kata Kiai Niam, dilansir dari laman resmi MUI, Selasa (5/7/2022).
Menurutnya, hal tersebut berkaitan erat dengan pengelolaan zakat yang tidak lepas dari praktik ibadah dan muamalah. Kiai Niam mengatakan para pengelola harus memahami aspek ketentuan syariah terkait dengan zakat, seperti pelaku wajib zakat, jenis harta yang wajib dizakatkan, sasaran penerima zakat, hingga cara mengelola dan mendistribusikan dana yang terkumpul.
Ia menjelaskan, pada dimensi muamalah, pengelola dituntut kreatif dan berinovasi dalam mengelola dana yang diterima agar masyarakat dapat menerima manfaat yang optimal. "Amil melakukan tugas keamilan untuk pengelolaan zakat berdasarkan amanah dan tanggung jawab yang telah diberikan. Adapun jika ia mendapat bagian dari zakat, hal tersebut merupakan bentuk kompensasi atas kerja profesionalnya," ujar Kiai Niam.
Kiai Niam mengimbau umat Islam harus dapat memastikan jika kewajibannya mampu terlaksana secara baik, khususnya terkait dengan kewajiban berzakat. “Apabila seorang Muslim telah memiliki sejumlah harta yang wajib dizakatkan, maka terdapat kewajiban untuk menunaikannya sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam Islam," jelas Kiai Niam.
Sebelumnya, ramai pemberitaan di media massa dan percakapan di media sosial terkait dugaan penyelewengan pengelolaan dana filantropi oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Merespons hal tersebut, ACT memberikan klarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf pada Senin (4/7/2022) lewat konferensi pers di kantor ACT di Menara 165, Jakarta Selatan.