Jumat 01 Jul 2022 21:13 WIB

Mimbar Agama Rentan Disalahgunakan untuk Kampanyekan Radikalisme 

Mimbar agama menjadi celah yang disalahgunakan untuk propaganda radikalisme

Ilustrasi mimbar agama. Mimbar agama menjadi celah yang disalahgunakan untuk propaganda radikalisme
Foto: Republika
Ilustrasi mimbar agama. Mimbar agama menjadi celah yang disalahgunakan untuk propaganda radikalisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mimbar agama sangat rentan disalahgunakan kelompok tertentu, seperti radikalisme yang mengatasnamakan agama untuk melakukan penyebaran atau propaganda paham mereka.   

"Itu harus diakui karena faktanya mimbar agama dari dulu sampai sekarang. Seperti di Islam, dakwah-dakwah melalui mimbar agama, seperti khutbah Jumat sudah sejak awal dipakai untuk menyampaikan ajaran Islam," kata Ketua Umum Asosiasi Dai dan Daiyah Indonesia (ADDI), Dr Moch Syarif Hidayatullah, dalam keterangan tertulis yang dirilis BNPT, Kamis (30/1/2022).

Baca Juga

Oleh karenanya, lanjutnya, ada penjelasan juga di dalam hadits yang menyebut ketika khatib sedang berkhutbah, jamaah dilarang melakukan aktivitas lain selain mendengarkan khutbah itu.

"Supaya apa? Supaya khutbah itu bisa dipahami, bisa dimengerti lalu kemudian bisa diimplementasikan atau diamalkan," imbuhnya.

Tapi, ungkap Syarif, dalam perjalanan penggunaan mimbar masjid ini yang khususnya di media khutbah dipakai untuk ideologisasi untuk kepentingan ideologi tertentu seperti dalam Islam soal teologi maupun fiqih. Hal ini menjadi bahan penelitian dalam disertasi-nya yang secara khusus tentang khutbah jihad.

"Bahkan mimbar khutbah dipakai juga untuk memobilisasi massa, misalkan, berjihad. Termasuk yang saya teliti dalam konteks perang Aceh itu digerakkan juga melalui mimbar khutbah," ungkap Wakil Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif HIdayatullah Jakarta ini.

Syarif menilai tidak bisa dimungkiri bahwa mimbar dakwah di masjid atau tempat ibadah agama lain, sangat efektif untuk menyampaikan ajaran kepada jamaah, dan para jamaah cenderung sangat memperhatikan apa yang disampaikan penceramah.

Dia mengungkapkan di sinilah kemudian dipakai oleh kelompok kepentingan tertentu, kelompok ideologi tertentu untuk melakukan ideologisasi, untuk melakukan agitasi, politisasi, dan seterusnya.

Menurutnya, inilah pentingnya buat para dai atau khatib atau penceramah untuk diberikan juga wawasan bahwa dalam berceramah atau dalam menyampaikan materi keagamaan di mimbar agama atau di kegiatan dakwah yang lain itu ada tanggung jawabnya. Baik tanggung jawab moral, tanggung jawab kepada Allah SWT terhadap apa pun yang disampaikan.

"Saya sampaikan jangan sampai mimbar masjid itu dipakai untuk kepentingan agitasi, dipakai untuk kepentingan yang bukan kepentingan agama. Apalagi seperti biasa dalam musim-musim Pilpres, Pilkada itu ada kelompok-kelompok kepentingan yang sengaja masuk ke masjid untuk mengganggu," tutur Syarif.

Menurutnya, hal ini harus disadari meski dalam pengamatannya, kadang-kadang ada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) juga ikut-terlibat di situ. Padahal, DKM seharusnya menjadi wasit dengan mengingatkan para khatib atau ustadz atau dai agar tidak keluar dari perspektif agama.

"Intinya peran DKM sangat penting dimana sebelum khatib itu naik mimbar untuk mengingatkan materi dakwah agar tidak offside," ucapnya. Namun, dia mengakui hanya sebagian kecil masjid yang "offside" sehingga ikut dalam residu Pilpres atau residu politik praktis, dan sebagainya.  

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement