REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal sebagai Buya Hamka, mengingatkan soal penyakit "kerja kantor" dalam karyanya berjudul Tasawuf Modern. Menurutnya penyakit ini masih ada setelah Indonesia merdeka.
"Setelah tanah air merdeka, penyakit 'kerja kantor' masih terdapat. Pemuda berduyun pergi belajar, supaya mudah bekerja makan gaji. Padahal dalam Negara Merdeka, setiap orang harus mengisi setiap lapangan. Tidak hanya semata jadi buruh," kata ulama asal tanah Minang itu dalam Tasawuf Modern.
Buya Hamka menyampaikan, banyak orang yang tidak sadar bahwa segala mata pencaharian itu saling bergantung satu sama lain. Dia mengingatkan, bahwa petani, tukang bangunan, tukang sapu jalan, tukang potong rumput, penjual cabe, dan jenis pekerjaan lain itu saling bersandar dan saling membutuhkan satu sama lain.
"Tak ada tuan tanah kalau tak ada kuli. Tak ada mahaguru kalau tak ada mahasiswa. Yang satu tidak lebih mulia daripada yang lain. Kadang-kadang hati seorang tukang sapu jalan lebih aman dari hati seorang raja," terang Buya Hamka.
Justru menurut Buya Hamka yang akan berhasil adalah orang yang bekerja menurut kecenderungan jiwanya. Berdasarkan bentuk yang telah dituangkan Tuhan ke dalam jiwanya sejak dia dilahirkan.
Buya Hamka juga menekankan, yang paling utama di antara semuanya adalah melakukan tugas dengan insaf dan sadar. Mengutip pendapat Aristoteles, Buya Hamka menyampaikan bahwa "Mengerjakan apa yang engkau sukai tidaklah penting. Yang penting ialah menyukai apa yang engkau kerjakan."