Haris juga menjelaskan, dalam ushul fiqih terdapat metodologi yang dikenal dengan saddudz dzari'ah (menutup jalan). Artinya, sesuatu yang boleh tetapi bisa membawa kepada hal-hal yang dilarang, maka sesuatu itu dilarang.
"Kami mengharamkan sperma untuk dijadikan obat dan kosmetika sebagai bentuk saddudz dzari'ah, menutup jalan. Suatu hal yang boleh tetapi kita larang agar tidak membawa kepada yang tidak dibolehkan. Mengapa, karena nanti sperma diperjualbelikan, apa hukumnya menjual-belikan sperma. Jadi semakin panjang, maka kita tutup jalannya," tuturnya.
Terlebih, Haris menambahkan, hingga saat ini belum ada hasil penelitian ilmiah yang terpercaya yang menyatkan bahwa sperma bisa dijadikan sebagai obat dan kosmetika. "Kalau pun ada, itu belum sampai pada hasil penelitian yang otoritatif," ungkapnya.
Baca juga: Amerika Serikat Angkat Bicara Kecam Penghinaan Nabi Muhammad SAW di India
Haris juga menjelaskan, bila sperma yang dijadikan untuk obat dan kosmetika itu sperma hewan, maka tergantung pada hewan tersebut. Artinya, jika hewan itu halal maka dibolehkan. Kalau hewannya haram, maka haram menjadikan spermanya untuk obat dan kosmetika.
"Dalam pembahasan juga tersinggung bahwa sperma hewan itu tergantung hewannya, kalau halal, ya halal. Misal binatangnya haram, maka spermanya tidak boleh digunakan untuk obat dan kosmetika. Dan ketentuan tadi yang mengikat dan berkaitan dengan manusia itu tidak berlaku untuk hewan," ujarnya.