REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU), Prof Nadirsyah Hosen, atau yang akrab dipanggil Gus Nadir menyoroti fatwa terkait hewan qurban yang terkena Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), baik fatwa yang dikeluarkan NU maupun fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Catatan Gus Nadiiir menyoroti fatwa yang tidak menyentuh akar masalahnya. Sebelumnya, MUI telah menerbitkan Fatwa Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah qurban saat kondisi wabah PMK. Dalam fatwa itu, MUI menyebutkan bahwa PMK yang terkena PMK ringan masih sah menjadi hewan qurban.
Sedangkan NU, dalam fatwanya memutukan bahwa semua hewan yang terkena wabah PMK tidak sah dijadikan hewan qurban, baik yang PMK ringan maupun yang berat.
“Fatwa NU berbeda dengan fatwa MUI. Bagi NU, ringan atau berat, hewan yang kena penyakit PMK tidak sah jadi hewan qurban. Fatwa MUI bilang yang kena PMK ringan, masih sah jadi hewan qurban,” ujar Gus Nadir saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (13/6/2022).
Terlepas dari perbedaan tersebut, menurut Gus Nadir, kedua fatwa yang dikeluarkan dua ormas Islam itu tidak membahas dibukanya keran impor sapi dari negara yang belum bebas PMK. Menurut dia, fatwa NU dan MUI hanya fokus pada masalah mendesak yaitu soal qurban .
Kendati demikian, Gus Nadir tetap mengapresiasi NU dan MUI yang cepat merespons masalah ini. “Tentu kita apresiasi respons cepat NU dan MUI. Tapi akar masalahnya yaitu dibukanya keran impor sapi dari negara yang belum bebas PMK menjadi biang kerok persoalan. Ini gak ‘disentil’ dalam fatwa tersebut. Pemerintah tidak boleh lepas tangan. Harus tanggung jawab,” ucap dosen Fakultas Hukum Monash University Australia ini.
Selain itu, menurut Gus Nadir, seharusnya NU dan MUI juga memikirkan nasib para peternak dan penjual hewan qurban, tidak sekadar membahas tentang fatwa hewan qurban yang terkena wabah PMK.
“Bagaimana nasib para peternak dan penjual hewan qurban? Sekarang harga sapi melonjak sementara pembeli takut. Peternak sapi menangis. Ibarat mau panen, malah kena hantam PMK. Nah gimana solusi dari NU dan MUI? Mungkin harus dibahas lebih luas dari sekadar fatwa sah atau tidak sah,” kata Gus Nadir yang merupakan putra almarhum KH Ibrahim Hosen, seorang ulama ahli fikih yang melegenda di MUI.