Ahad 22 May 2022 08:34 WIB

Terlahir dalam Kondisi Fitrah Begitu Pula Semestinya Saat Meninggal, Ini Penjelasannya

Kematian dalam kondisi fitrah seyogianya juga berlaku untuk manusia

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi kematian. Kematian dalam kondisi fitrah seyogianya juga berlaku untuk manusia
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi kematian. Kematian dalam kondisi fitrah seyogianya juga berlaku untuk manusia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ajal setiap makhluk telah ditetapkan Allah SWT. Tidak ada satupun yang dapat mengelak dari ajal ketika telah datang waktunya. 

Dai yang juga Ketua Bidang Dakwah Pimpinan Pusat Persatuan Islam, KH Zae Nandang, mengatakan sebagaimana dalam Alquran surat Al Anam ayat 2 bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah dan setelahnya Allah SWT menentukan ajalnya. 

Baca Juga

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضَىٰ أَجَلًا ۖ وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ ۖ ثُمَّ أَنْتُمْ تَمْتَرُونَ

“Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” 

Hanya Allah SWT lah yang mengetahui tentang ajal manusia. Akan tetapi banyak manusia yang justru meragukan akan kematian dan hari akhir. Padahal mau tidak mau manusia pasti kembali kepada Allah SWT. Yang menjadi persoalan menurut kiai Zae manusia haruslah kembali dalam keadaan fitrah sebagaimana asal mula penciptaannya.  

"Hanya yang jadi catatan adalah semua manusia lahir dalam keadaan fitrah. Dan nanti kembali mesti fitrah. Itu masalahnya. Awalnya fitrah akhirnya mesti fitrah. Dari Allah SWT fitrah dan hendaknya kembali kepada Allah SWT dalam keadaan fitrah. Bersih semua," kata kiai Zae dalam kajian PP Persis yang juga disiarkan virtual beberapa hari lalu. 

Kiai Zae menjelaskan bahwa tidak ada manusia yang dilahirkan dalam keadaan berdosa. Orang tua dan lingkungannya memiliki pengaruh besar terhadap tumbuh kembang seseorang termasuk dalam persoalan akidah. 

Dalam ajaran Islam, menurut Kiai Zae semestinya sejak dini anak sudah didekatkan orang tua kepada Allah SWT. Manusia diawali dari fitrah. Dalam perjalanan hidup, setiap manusia terkena kotoran yakni dosa yang merusak kesuciannya. Dosa itu mempengaruhi jiwa, pikiran dan amal perbuatan manusia dalam perjalanan hidupnya.  

Oleh karena itu menurut Kiai Zae, setiap manusia tak luput dari perbuatan dosa. Bisa jadi seseorang dapat terhindar dari dosa-dosa besar dalam perjalan hidupnya, namun akan sulit untuk terhindar dari dosa-dosa kecil. 

Sebab itu, menurut Kiai Zae sebagai manusia biasa tidak patut mengakui suci di hadapan orang lain. Orang yang merasa dirinya paling suci dibanding orang lain, menurut kiai Zae menandakan adanya kesombongan dalam dirinya dan tidak pernah beristighfar kepada Allah SWT. 

Kiai Zae mengatakan Allah SWT yang akan membalas setiap perbuatan yang dikerjakan manusia selama hidup di dunia. Allah SWT membalas kepada orang yang berbuat baik dengan surga, dan Allah memberi balasan kepada orang yang melakukan perbuatan dosa dengan neraka.  

"Allah SWT sangat sayang kepada hamba-Nya supaya kembali dalam keadaan fitrah semuanya. Dan orang yang kembali dalam keadaan fitrah, Allah SWT siapkan surga. Dan surga itu suci, tidak layak ditempati oleh yang kotor.  Makanya diusahakan dari sekarang supaya bersih, mudah-mudahan nanti di hadapan Allah SWT ada kesalahan diampuni, kalau di ampuni bersih, kalau bersih yasuda ken surga," katanya. 

Lebih lanjut kiai Zae mengatakan Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk membacakan ayat-ayat Allah dan membersihkan atau mensucikan nafsiyah (jiwa), badaniyah (fisik), dan maliyah (harta) manusia. “Sebab itu agar mencapai kesucian jiwa harus mengikuti petunjuk Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW,” kata dia.  

Kiai Zae mencontohkan sahabat Umar bin Khattab yang menjadi manusia mulia setelah bertaubat dan membersihkan jiwanya dari setiap dosa-dosa serta mengikuti Allah SWT dan Rasul-Nya. Maka menurut kiai Zae yang perlu dimulai untuk membersihkan jiwa adalah dengan membersihkan akidah. Setelahnya memperbanyak membaca istighfar dan mengikuti tuntutan Rasulullah SAW.  

"Jadi awalnya fitrah usahakan kembali dalam keadaan fitrah. Dan  yang fitrah layak menempati surga. Dalam perjalanan hidup manusia sulit memelihara fitrah itu. Bagaikan air dari sumbernya suci bersih, dalam perjalanan ada sampah debu, karena itu Allah SWT sediakan saringannya, supaya keluar berisha sampai mati dalam keadaan fitrah," katanya.   

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement