Ahad 15 May 2022 10:27 WIB

Hubungan Sukarno dan Islam: Tanggapan untuk Ceramah Gus Baha

Sukarno adalah santri dari para tokoh pergerakan Islam

Ilustrasi lukisan Sukarno. Sukarno adalah santri dari para tokoh pergerakan Islam
Foto:

Oleh : Syaiful Arif, santri NU, Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila

Nasionalisme ala Sukarno 

Nasionalisme sendiri digagas Sukarno bukan sebagai ideologi yang terpisah dari ideologi lain. Sebab, mengapa dia mengusung nasionalisme? Karena ideologi ini merupakan ideologi yang sangat terobsesi untuk menyatukan semua ideologi.

Itulah mengapa setelah mendirikan PNI, Sukarno lalu membentuk Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), sebuah organisasi yang memayungi semua gerakan nasional, sejak PNI, SI sendiri, Budi Utomo, Sarekat Sumatera, dan lain-lain. 

Di tangan Sukarno, nasionalisme menjadi “titik temu” antara nasionalisme, Islam dan sosialisme. Mengapa Sukarno berhasrat ingin menciptakan “titik temu”? Karena ketiga ideologi itu ada di dalam dirinya. Sukarno bukan hanya nasionalis, tetapi juga Islamis dan sosialis pada saat bersamaan. 

Kesatuan dari nilai dan ideologi-ideologi itu tertanam dalam gagasannya, Pancasila, dimana selain nasionalisme, humanitarianisme, demokrasi dan sosialisme.

Sukarno juga menetapkan sila Ketuhanan YME sebagai bagian dari Pancasila. Dalam pidato 1 Juni 1945, dia menggunakan kalimat: “prinsip Indonesia merdeka adalah bertakwa kepada Tuhan YME”. Prinsip ketakwaan! Prinsip ini tidak akan lahir dari seseorang yang tidak menghayati ketakwaan dalam kehidupan kesehariannya.  

Peran penting Sarekat Islam juga Sukarno tegaskan sebagai sumber dari nilai-nilai Pancasila. Hal ini disampaikan Presiden Sukarno dalam pertemuan dengan pegawai Kementerian Penerangan pada 28 Maret 1952.

Dia menyatakan, “Pancasila itu telah lama dimiliki oleh bangsa Indonesia, sejak lahirnya Sarekat Islam yang dipelopori oleh HOS Tjokroaminoto..” (Hamka, 1951:38). Di sini Sukarno ternyata punya pandangan yang sama dengan Gus Baha, bahwa SI punya peran penting dalam perjuangan bangsa. 

Dengan demikian, menempatkan Islam dan nasionalisme secara terpisah, tentu bertentangan dengan sejarahnya. Gus Baha juga menegaskan hal ini dalam tataran nilai, namun memisahkannya dalam penjelasan sejarah.

Kesatuan nilai, ideologi dan pergerakan antara Islam dan nasionalisme terpatri dengan bagus di diri Sukarno. Kesatuan itu lalu tertanam dengan kuat dalam Pancasila.  

Oleh karenanya, dengan segala hormat, saya sebagai santri Gus Baha, memohon agar panutan kita tidak menyebarkan pandangan yang memecah belah. Memang forum ceramah Gus Baha di video itu untuk internal santri.

Tujuannya memberikan semangat pada santri, bahwa Islam lebih dahulu berkibar melawan penjajah. Bahwa Islam dan santri jauh lebih tua dari Sukarnoisme. 

Baca juga: Amalan Sunnah yang akan Didoakan Puluhan Ribu Malaikat

Namun justru yang Gus Baha maksud dengan Sukarnoisme itu adalah pemikiran yang tidak memecah belah, yang sejak awal “gandrung dengan persatuan”. Sukarnoisme adalah salah satu “mazhab pemikiran” terbaik yang terbentuk dari sintesa (menerima dan memberi) antara Islam, nasionalisme, dan sosialisme.  

Alangkah lebih bijak jika Gus Baha lebih arif, sebagaimana kebijaksanaan beliau dalam soal ilmu-ilmu agama, untuk mengajak santri tetap bersatu dengan kelompok apapun, karena fakta sejarah menyatakan, bangsa Indonesia lahir bukan dari pertikaian, namun dari kerelaan hati untuk mengorbankan perbedaan primordial demi terbangunnya persatuan bangsa. Wallahu a’lam   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement