Kamis 12 May 2022 07:45 WIB

Lima Faedah Puasa Syawal

Ada sejumlah faedah yang didapatkan seorang muslim saat menjalankan puasa Syawal.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Berpuasa
Foto:

2. Puasa Syawal seperti sunnah rawatib yang menutupi kekurangan amalan wajib.

 

Puasa Syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib. Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa Syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. 

 

Amalan sunnah seperti puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah. (Lathaif Al-Ma’ari)

 

3. Tanda diterimanya puasa Ramadhan.

 

Melakukan puasa Syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amalan seorang hamba, Dia akan menunjuki pada amalan saleh selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Allah akan tunjuki untuk melakukan amalan saleh lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal. (Lathaif Al-Ma’arif)

 

Renungkanlah, Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman). Akan tetapi setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan, Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?

 

Dalam Al-Lajnah Ad-Da’imah Li Al-Buhuts Al-’Ilmiyyah wa Al-Ifta’ (Komisi Fatwa Saudi Arabia) menyatakan, “Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah) hanya pada bulan Ramadhan saja.” 

 

Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak 

melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.” Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement