Jumat 22 Apr 2022 23:05 WIB

Ponpes Tunanetra Sam'an Darushudur di Bandung, Pencetak Para Hafiz Alquran 

Pesantren tunanetra Sam'an Darushudur konsisten membina para hafiz Alquran tunanetra

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Nashih Nashrullah
Santri penyandang disabilitas netra tengah menyetorkan hafalan Alquran kepada pembimbing di Masjid Pondok Pesantren Tunanetra Sam
Foto:

Soleh mengatakan kelas pertama yaitu takhassus, para santri 90 persen menghafal Alquran dengan tambahan pelajaran bahasa Arab dan komputer. Sedangkan kelas kedua kelas mubaligh dengan target santri dapat menghafal hadits-hadits dan tafsir quran dan membaca tulis Alquran braile. 

"Goal-nya mereka menjadi seorang dai dengan berbagai hadits yang dihafal," katanya. Total 25 santri yang bermukim terdapat 18 laki-laki dan 7 orang perempuan dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah dan Aceh. 

Sejak 2018, dia mengaku sudah terdapat 20 lulusan pondok yang kembali ke daerah masing-masing mayoritas mengajar Alquran braille dan sebagian wirausaha. Dua orang diantaranya yaitu Amin Rasyid dan Zainal Arifin hafiz 30 juz. 

Soleh mengatakan Amin saat ini mengajar di pondok dan mendapatkan beasiswa kuliah di Unisba jurusan Pendidikan Agama Islam. Sedangkan Zainal Arifin berhasil menjadi juara 3 lomba menghafal Alquran yang diselenggarakan Masjid Pusdai tingkat nasional. 

Dia menambahkan para santri yang belajar di pondok pesantren tidak dipungut biaya alias gratis sedangkan dana operasional pondok didapat dari donatur. Tantangan ke depan pihaknya masih belum mempunyai donatur tetap. 

Oleh karena itu pihaknya mengajak masyarakat yang ingin menjadi donatur dapat berkunjung ke pondok pesantren. Selain itu fasilitas pondok seperti laptop masih kurang hanya tersedia tiga unit. 

"Tujuan kami hadir pertama ingin mencetak pengajar Alquran Braille dan hafiz tunanetra. Lulusan di sini mandiri berbekal ilmu pengetahuan dan hafal quran," katanya. Dia mengatakan pengajar Alquran braille di Indonesia masih sedikit dibandingkan jumlah tunanetra. 

Salah seorang santri Zainal Arifin mengaku termotivasi ingin menjadi seorang penghafal Alquran. Sejak awal, dia ingin masuk pesantren namun belum mengetahui terdapat pondok pesantren tunanetra. 

"Ada guru menginformasikan bahwa di sini ada pesantren. Akhirnya saya sampai ke sini masuk ke sini di sini saya mulai serius belajar Alquran," ujarnya yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA Wyataguna. 

Dia mengaku bersyukur dapat menjadi juara tiga dalam kegiatan lomba menghafal Alquran di Masjid Pusdai Jawa Barat. Dia pun terus berupaya menjaga hafalan Alquran 30 juz. 

"Hafalan Alquran yang sudah disetorkan 30 juz tinggal mengulang-ulang. Proses menghafal memang tidak mudah melewati masa malas, terutama kalau menemukan ayat susah panjang kaya kesel sendiri," katanya. 

 

Ke depan dia berharap tetap bisa menjaga hafalan sebab relatif lebih berat. "Proses ke depan lebih menjaga hafalan supaya bisa terus nempel bisa terus syiar dengan menyampaikan ilmu yang didapat," ungkapnya.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement