Senin 18 Apr 2022 21:32 WIB

Laporan CAIR: Pelajar Muslim AS Hadapi Intimidasi Islamofobia

55,73 persen responden merasa tidak aman karena identitas Muslim mereka.

Rep: mgrol135/ Red: Ani Nursalikah
Sekolah di Amerika Serikat (AS). Laporan CAIR: Pelajar Muslim AS Hadapi Intimidasi Islamofobia
Foto:

“Seorang siswi perempuan berusia 16 tahun dari Orange County melaporkan gurunya menyerang [dia] di depan kelas [dia], mengatakan hal-hal seperti 'teroris' dan 'kamu tidak pantas berada di sini',” kata Shabaik. 

Direktur Asosiasi Institut Toleransi Beragama Universitas Boniuk Profesor Zahra Jamal mengatakan Islamofobia telah ada selama berabad-abad. Dia mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa diskriminasi terhadap Muslim meningkat ke tingkat yang lebih ekstrem setelah serangan tahun 2001 di AS.

“Setelah 9/11 dan kebangkitan industri Islamofobia, penggambaran negatif tentang Islam dan Muslim menjadi lebih mainstream dan dikenal di media, hukum, politik, pendidikan, dan budaya pop. Ini tidak diragukan lagi memainkan peran dalam pengalaman siswa Muslim dengan diskriminasi,” kata Jamal. 

Jamal mengatakan temuan survei ini konsisten dengan jajak pendapat nasional yang diambil pada 2020 yang menemukan 51 persen siswa Muslim di taman kanak-kanak hingga sekolah umum kelas 12 menghadapi intimidasi agama. “Anak-anak menghadapi pelecehan verbal termasuk pemanggilan nama, seperti disebut raghead, sand N-word, teroris, atau anak bin Laden. Beberapa berurusan dengan penghinaan terhadap keyakinan Islam yang sering dikaitkan dengan 9/11 atau ISIS [Daesh] dan percaya pada desas-desus bahwa mereka adalah pembuat bom,” kata Jamal. 

Jamal menjelaskan bullying dan rasialisme memiliki efek yang luas termasuk konsekuensi emosional, fisik, dan bahkan sosial. “Beberapa pemuda Muslim mengalami kecemasan, depresi, insomnia, dan rasa rendah diri, sementara yang lain merasa mereka harus memilih antara menjadi orang Amerika atau Muslim di sekolah,” katanya, mengutip survei tersebut.

Sayangnya, 55 persen merasa tidak aman di sekolah karena keyakinan mereka. Sebanyak 32 persen menyembunyikan identitas Muslim mereka, dan 20 persen bolos sekolah karena mereka merasa tidak aman dan tidak diinginkan di sekolah.

Untuk membalikkan tren negatif Islamofobia di sekolah, Jamal menekankan budaya menstereotipkan Muslim sebagai teroris perlu diubah. “Ini salah secara faktual dan etis karena menciptakan ‘bentrokan ketidaktahuan’ antara masyarakat Muslim dan Barat,” katanya. “Rupanya belajar dari, menghormati, dan melibatkan perbedaan yang diberikan Tuhan kepada kita, orang-orang semakin terpecah karena perbedaan itu. Kami sangat perlu untuk mengisi defisit pengetahuan ini.”

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement