REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes mengatakan, kasus penderita tuberkulosis (TBC) di Indonesia berada di urutan ketiga setelah India dan Cina. Kasusnya di tanah air mencapai 824 ribu.
"Hal ini menjadi perhatian kita semua yaitu beberapa hal yang mungkin perlu kita pahami bersama terkait pemahaman masyarakat tentang penyakit TBC masih perlu ditingkatkan. Pemahaman mendeteksi dini, dan pengobatan dini masih belum meluas. Dan mereka yang terkena TBC perlu minum obat agar segera sembuh dan tidak menjadi TBC laten," kata Didik dalam Focus Group Discussion 'Pentingnya Peran serta Lembaga Zakat dan Filantropi' pada Rabu (30/3).
Didik mengatakan, di sebagian masyarakat masih ada stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC serta keluarganya, hal ini perlu mejadi perhatian. TBC bukan hanya masalah bagi Indonesia tetapi juga dunia.
Dia mengatakan, tuberkulosis menyerang hampir semua kelompok umur. Dari 824 ribu kasus, 70 ribu terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Sementara jumlah kematian per tahun mencapai 98 ribu kasus, artinya ada kematian TBC 11-12 kasus per hari.
"Pada 2030 eliminasi TBC adalah tujuan yang harus kita capai bersama. Target eliminasi 2030 agar bisa tercapai jika dikerjakan lintas sektor, daerah dan masyarakat sesuai strategi nasional penanggulangan TBC," kata Didik.
Didik mengungkapkan, perlu adanya penguatan komunitas penemuan kasus TBC agar jika ditemukan penderita, maka segera ditangani dengan baik. Kemudian penting untuk melakukan pemantauan obat, hal ini agar penderita TBC terus secara rutin menghabiskan obatnya. Selain itu, menghapus stigma negatif perlu dilakukan oleh sektor lain di luar kesehatan.
"Termasuk dukungan filantropi yang berperan aktif dalam kegiatan, di dalam kontribusi pencegahan. Dompet Dhuafa saya ucapkan terima kasih kepada Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi yang konsisten dalam penanggulangan TBC antara lain pemberdayaan masyarakat, pos sehat, edukasi dan pelatihan pengawasan minum obat," kata Didik.
Wakil Ketua Majelis Kesehatan Aisyiyah, Dra. Noor Rochmah mengatakan, dalam pengelolaan TB Care, pada 2003-2008 Aisyiyah terlibat sebagai Implementing Unit (IU), Sub-sub Recipient (SSR) dan SR Kemenkes. Kemudian juga Aisyiyah berkontribusi dalam temuan terduga TB yang dirujuk oleh komunitas.
"Keberhasilan melalui sinergi dan kolaborasi dengan Lembaga Filantropi, CSR Perusahaan, Perorangan di 14 provinsi, 122 Kabupaten atau Kota menghasilkan Rp 3,2 milyar. Keberhasilan melalui Advokasi ke Pemerintah yaitu dari PWA (Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah) Bengkulu mendapat Dana Hibah dari provinsi Bengkulu Rp 1 Milyar untuk pembiayaan program TB di daerah yang tidak mendapat dana dari GF (Global Fund)," kata Noor.
Sementara GM Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa, dr. Yeni Purnamasari, MKM mengatakan, dampak sosial dan ekonomi yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengidap penyakit TBC, ada beberapa macam. Di antaranya Biaya yang dikeluarkan untuk transportasi ke lokasi pengobatan, Biaya tambahan yang dikeluarkan selama pengobatan, Hilangnya produktifitas pada usia produktif dikarenakan sakit, serta 'Pre-mature Death'.
Yeni mengatakan, sifat kuman TBC, dapat bertahan terhadap suhu rendah, sehingga dapat bertahan hidup dalam suhu empat celcius sampai minus tujuh celcius, tidak tahan dengan paparan langsung sinar ultraviolet, kelembaban di atas 60 persen dapat membuat bakteri TBC bertahan hidup selama beberapa jam dan menginfeksi anggota keluarga lain, serta percikan dahak dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.
Ia mengungkapkan, kerjasama program TB Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa sudah ada sejak 2004. DD juga bekerjasama dengan Kemenkes, Aisyiyah, Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU), Mitra, Donatur, dan Relawan. DD bekerja di 13 wilayah di antaranya Tangerang selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Serang Banten, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Makassar, Palembang, Sumenep, Bangkalan, Bandung, Magelang, dan Papua.
"Harapannya ini akan menjadi sinergi, kolaborasi bersama. Mirisnya kita masih tergantung hibah dari luar, penerimanya manfaatnya adalah muslim yang tidak mampu," kata Yeni.