Selasa 29 Mar 2022 04:06 WIB

Hakikat Ibadah dalam Islam

Ibadah adalah saluran untuk mengakses Sang Pencipta.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Hakikat Ibadah dalam Islam. Foto: Penerapan protokol kesehatan saat beribadah di masjid. Ilustrasi
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Hakikat Ibadah dalam Islam. Foto: Penerapan protokol kesehatan saat beribadah di masjid. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Penulis dan Doktor dalam Bidang Politis Islam, Dr Munir Masood Marath mengatakan, keyakinan merupakan fitur yang menentukan dari iman sedangkan Ibadah adalah saluran untuk mengakses Sang Pencipta.  Keyakinan menuntut penyerahan penuh kepada Allah di pihak orang-orang beriman, sedangkan Ibadah adalah ekspresi dan saluran untuk menawarkan penyerahan ini. 

"Berdasarkan premis ini, saya ingin menegaskan bahwa Ibadah adalah saluran bagi orang-orang beriman untuk mengamankan keselamatan manusia yang hakiki.  Mereka perlu diambil dalam spektrum yang lebih luas, bukan hanya serangkaian ritual yang ditahbiskan secara agama. Allah menciptakan manusia dari materi," kata dia dilansir dari laman The News pada Senin (28/3).

Baca Juga

"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk" (QS. Al-Hijr ayat 26) 

"Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah" (QS. As-Sajadah ayat tujuh)

"Namun, selain materi, jiwa juga merupakan penyusun hakiki manusia," mata Masood.

"Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”(QS. Al-Isra ayat 85) 

"Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya" (QS. Sad ayat 72)

"Bagian material menarik seseorang ke objek-objek duniawi sedangkan bagian spiritual menariknya menuju sumber roh tertinggi. Aspek material tampak menarik bagi individu karena menawarkan objek material untuk memuaskan keinginan material kehidupan manusia sedangkan sisi spiritual memberikan kepuasan spiritual seseorang dengan membawanya kepada Allah," kata Masood yang juga lulusan dari London School of Economics (UK).

Dia melanjutkan, Kedekatan dengan Allah adalah bentuk kepuasan spiritual tertinggi. Kedua kekuatan menarik manusia ke arah yang berlawanan menuju kutub masing-masing. Kedekatan dengan yang satu menghasilkan keterpencilan dari yang lain. Ketertarikan ke satu sisi mengarah ke detraksi dari sisi lain secara default.

Masood menjelaskan, dalam kehidupan praktis, penyembahan penting untuk mempererat hubungan spiritual seseorang dengan Sang Pencipta daya tarik material. Ini pada akhirnya menurunkan sisi material ke sisi spiritual, di mana sisi material berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan spiritual.  

"Ini membantu orang percaya untuk mencapai kenaikan spiritual saat masih hidup di dunia material. Ketika seorang mukmin mencari pertolongan Tuhan dengan mendirikan shalat (Al-baqarah ayat 153), dia menolak semua bentuk penyembahan palsu," kata Masood.  

"Saat berpuasa, dengan menghilangkan keinginan materialnya, orang percaya naik ke tingkat spiritualitas yang begitu tinggi, di mana Sang Pencipta sendiri berjanji untuk membalasnya secara langsung. (Sahih Bukhari) Selain itu, ketika seorang mukmin mengabaikan kebutuhan pribadinya dan membayar zakat seperti yang diperintahkan oleh Allah, ia menjadi manifestasi praktis dari ketergantungan secara eksklusif kepada Allah," lanjutnya.

Dia mengungkapkan, pergi haji dapat mengangkat seorang mukmin dari individualisme ke tumpuan yang begitu tinggi, di mana ia menjadi bagian dari universalisme Islam sebagaimana dijamin oleh iman itu sendiri. Sejauh menyangkut definisi Ibadah yang lebih luas, itu terkait dengan ekspresi Alquran itu sendiri.  

Masood menjelaskan, dalam Alquran, di mana ekspresi absolutisme dan eksklusivitas diperlukan, sanggahan mendahului penegasan dalam ucapan. Saat memproklamirkan tauhid, Alquran membantah klaim semua orang lain sebelum menegaskan atribut ini secara eksklusif untuk Allah. "Tidak ada yang berhak disembah" adalah sanggahan yang diikuti oleh 'selain Allah' yang merupakan penegasan khusus untuk Allah.  Sanggahan untuk semua yang diikuti oleh penegasan eksklusif menciptakan ekspresi absolutisme yang paling tinggi derajatnya. 

"Ungkapan serupa ditemukan dalam Alquran saat menjelaskan tujuan penciptaan jin dan manusia.  Alquran mengatakan, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku".  (Az-Zariyat ayat 56) Satu-satunya tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk menyembah Sang Pencipta.  Manifestasi praktis yang ideal dari tujuan penciptaan manusia yang dinyatakan ini adalah kehidupan Nabi Muhammad ﷺ. Alquran mengatakan, “dan tidaklah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut keinginannya. Tidak lain (Alquran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An-Najm ayat 3-4). Kehidupan Nabi ﷺ telah dinyatakan ideal untuk diikuti oleh orang-orang beriman. (Ahzab: 21) Hal ini mengarahkan orang-orang beriman untuk menyimpulkan bahwa apapun yang Nabi ﷺ lakukan (Sunnah) adalah Ibadah," papar Masood yang juga penulis buku Fallacy of Militant Ideology.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement