BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Perilaku pamerkan kekayaan, terutama di media sosial sedang marak atau istilah kekiniannya disebut flexing.
Perilaku flexing, seperti yang terlihat di media sosial adalah mereka yang kerap dijuluki ‘sultan’ atau ‘crazy rich’.
Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap flexing alias pamer kekayaan, baik di dunia maya maupun nyata?
Akademisi Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung), Cecep Taufikurrohman M.A., Ph.D., menyatakan pamer kekayaan, atas nama apa pun, adalah hal yang sangat tercela.
Buya Cecep—sapaan akrabnya—mengungkapkan ada dua tipe orang ketika melihat perilaku pamer harta.
Apa saja? Pertama, orang yang suka pada mereka yang pamer kekayaan. Kedua, orang yang tidak suka dengan orang yang pamer kekayaan.
Pihak yang suka pada orang yang pamer kekayaan tersebut, akan berangan-angan memiliki kekayaan serupa, yang sebetulnya dia tidak mampu untuk mendapatkannya.
”Ia jadi berangan-angan dan lahir sikap tamak, menginginkan sesuatu yang di luar batas kemampuan, sehingga dia melakukan hal negatif ketika ingin mewujudkan obsesi semacam itu,” ucap Buya Cecep, Rabu (16/03/2022) di kampus UMBandung.
Sebaliknya, bagi pihak yang tidak suka pada orang yang memamerkan harta, ucap lulusan Al-Azhar, Mesir, itu akan timbul rasa hasud ataupun dengki yang akan merusak amal salehnya.
”Hasud itu, sikap tidak suka melihat kesenangan dan kebahagiaan orang lain dan kita ingin agar kesenangan itu hilang dari orang tersebut. Misalnya, ia melihat seseorang pamer kendaraan mewah. Maka, akan lahir pada hatinya sikap hasud dan dengki, misalnya dengan berdoa: semoga besok kendaraannya tabrakan. Nah, itu contoh sikap hasud yang dapat merusak amal kebaikan kita. Jadi, minimal ada dua akibat buruk yang akan muncul pada orang yang melihat pamer kekayaan itu,” katanya.
Selain itu, sambung Buya, perilaku pamer dan menumpuk harta serta sibuk menghitung-hitung kekayaan, dapat menimbulkan rasa sombong.
”Kenapa seperti itu? Karena dia mengira bahwa harta yang ia kumpulkan, yang ia hitung terus itu, akan membuat dirinya abadi di dunia ini,” lanjut dosen yang pernah menjadi staf Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo 2009-2020 itu.
Jika melihat hal tersebut, Wakil Dekan Fakultas Agama Islam UMBandung itu mengingatkan, agar orang beriman tidak terpesona dan gelap mata dengan harta yang mereka pamerkan itu.
Ia pun menyitir Al Quran Surah At Taubah: 55: “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka mempesonakan hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.”
Ia juga mengutip Surah Al Humazah ayat 1-3, yang memepringatkan, sungguh celaka orang yang suka mengumpat kebaikan orang lain dan bersikap sombong dan suka pamer.
”Kata Al Quran, orang yang memamerkan harta dan dengan itu menyakiti orang lain, itu celaka. Tempat mereka adalah neraka Wail, bahkan ada neraka Hutamah dalam surah itu,” terangnya.
Jadi, dalam pandangan Islam, yang dilarang itu bukan memiliki harta yang sangat banyak. Yang dilarang adalah memamerkan kekayaan yang bertujuan semata-mata ingin pujian, sanjungan, dan menaikkan status sosial di hadapan orang lain, tanpa ada tujuan untuk membantu orang tersebut.
”Dan harus ingat, jika kita tidak menyadari bahwa harta yang kita miliki ini titipan Allah, maka Allah akan mengambilnya dari kita dengan sekejap mata, tanpa pemberitahuan sedikit pun,” tandas Buya.(Firman Katon)