REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA— Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dalam kurun waktu dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi akrediasi maupun publikasi riset dan jurnal internasional.
Direktur Pendidikan Tinggi dan Iptek Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Tatang Muttaqin, pun memberikan apresiasi atas pencapaian PTKIN.
Dalam Rapat Kerja (Raker) Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) yang dihadiri sebanyak 57 peserta yang terdiri dari para Rektor PTKIN dan 23 Kakanwil Kemenag, Tatang mengakui sebagian besar PTKIN sudah berhasil meningkatkan mutu penelitian, kualitas publikasi, dan percepatan akreditasi kampus.
Sejauh ini, menurutnya kampus PTKI yang memiliki produktivitas riset yang baik di antaranya UIN Jakarta, UIN Bandung, UIN Riau, UIN Yogyakarta, UIN Malang dan UIN Makassar.
"Ada percepatan-percepatan yang dilakukan (PTKIN), ini patut disyukuri dan kita dorong agar terus meningkatkan akreditasinya. Saya harap secara bertahap UIN-UIN atau IAIN yang lain, juga menunjukkan keunikannya, diferensiasi yang menonjol," ucap Tatang, dalam keterangannya Kamis (10/3/2022).
Tatang juga memuji kualitas lulusan PTKIN yang dapat bekerja sangat baik, dan tidak kalah dari kualitas lulusan perguruan tinggi umum lain. Kendati demikian ia mengakui lulusan pendidikan tinggi agama belum sepenuhnya ideal, bahkan pendapatan yang dicapai terkadang masih menempati posisi rendah dibandingkan bidang ilmu sains.
Dengan memiliki struktur anggaran sebesar Rp66,45 triliun serta belanja operasional mencapai Rp34,16 triliun, Tatang berharap Kementerian Agama dapat melakukan berbagai upaya strategi untuk fokus dalam hal pengembangan PTKI.
Hal terpenting yang harus dilakukan yakni tata kelola PTKI. Menurut Tatang, tata kelola yang baik dan penjaminan mutu menjadi sangat penting untuk dihubungkan dengan pemangku kepentingan eksternal.
Dalam forum raker, Tatang meminta para Rektor untuk mendorong wakilnya di bidang kemahasiswaan untuk rutin mengelola, mengontrol dan menginventarisir para lulusan kampus sehingga memiliki jejaring alumni yang terbina dengan baik.
"Evalusasi internal PTKI harus dilakukan, untuk mengukur tingkat keterserapan dan kesejahteraan lulusan lalu kemudian didorong lulusannya tidak hanya terbatas pada dunia kerja keislamanan saja, tetapi harus adaptif pada kebutuhan industri 4,0 dan era digital," jelas Tatang.
Dari segi pendanaan, Tatang menjabarkan Kemenag perlu meninjau kembali aspek skema kompetisi bagi PTKI serta pengadaan afirmasi bagi daerah-daerah yang minim akses. Skema ini semata-mata sebagai bentuk rasionalisasi peningkatan layanan pendidikan.
Tatang juga mendorong PTKI perlu melakukan koordinasi bersama untuk fokus mengembangkan kerangka besar risetnya, seperti riset keagamaan yang selama ini dilakukan. "Kemudian mampu mengidentifikasi potensi-potensi kontribusi riset PTKI ini untuk bidang keilmuan umum dan terapan," jelasnya.
Tak kalah penting, Tatang mendorong adanya internasionalisasi melalui upaya penguatan kapasitas bahasa di kalangan civitas akademika PTKI. Selain itu, PTKI diharapkan memperkuat akreditasi internasional secara bertahap dan memperbaiki kualitas layanan pendidikan sehingga memungkinkan mahasiswa luar negeri ikut berpartisipasi menempuh studi di Indonesia.