Senin 07 Mar 2022 22:47 WIB

Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Bolehkah dalam Islam?

Islam sejatinya membolehkan pernikahan Muslim dan non-Muslim, tapi ada syaratnya.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Pasangan menunjukan buku nikah usai melangsungkan pernikahannya di KUA Tebet, Jakarta, Selasa (22/02/2022). Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Bolehkah dalam Islam?
Foto: Prayogi/Republika
Pasangan menunjukan buku nikah usai melangsungkan pernikahannya di KUA Tebet, Jakarta, Selasa (22/02/2022). Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Bolehkah dalam Islam?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Viral pernikahan beda agama terjadi di Semarang. Dalam foto pernikahan tersebut memperlihatkan seorang pengantin wanita berjilbab menikah dengan seorang pria beragama Nasrani di gereja. 

Menurut cendekiawan Muslim Quraish Shihab, Islam sejatinya membolehkan pernikahan Muslim dan non-Muslim. Asalkan, pengantin laki-laki adalah Muslim sedangkan wanitanya adalah ahli kitab.

Baca Juga

“Alquran membolehkan laki-laki Muslim menikah dengan ahli kitab (Yahudi atau Kristen) tetapi tidak sebaliknya. Karena dikhawatirkan laki-laki non-Muslim ini yang menikah dengan Muslimah bisa jadi dia (istri) dipaksa (pindah agama),” ujar Quraish Shihab seperti dikutip dari akun Youtube Najwa Shihab yang diunggah pada September 2018. 

Tetapi, ulama-ulama sekarang termasuk Buya Hamka, menyarankan melarang Muslim menikah dengan non-Muslim. “Biarlah Muslim kawin dengan Muslimah, supaya dekat budaya dan nilai-nilainya, jangan sampai Muslim menikah dengan wanita non-Muslim, lalu dia terpengaruh (oleh) wanitanya,” ujar Quraish.

Melalui kanal Youtubenya, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, Buya Yahya menuturkan kesepakatan ulama adalah melarang wanita Muslim menikah dengan laki-laki non-Muslim. “Pernikahan silang beda agama, jika wanitanya Islam maka mutlak kesepakatan ulama (ijma') tidak sah. Pernikahannya dianggap tidak sah dalam syariat, biarpun dicatatan sipilnya ada,” kata Buya Yahya.

Dalam syariat, , pernikahan yang tidak sah maka hukumnya apabila berhubungan suami-istri maka dianggap sebagai zina. “Jika seorang wanita Muslimah dan lakinya non-Muslim. Ini harga yang sudah tidak boleh ditawar,” katanya.

Lain halnya ketika laki-laki Muslim menikah dengan non-Muslim dari Nasrani maupun Yahudi, dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Menurut Mazhab Syafi’i, wanita non-Muslim ini harus memiliki asal usul agama yang jelas. Sedangkan menurut Mazhab Maliki, asalkan wanita non-Muslim itu menisbatkan dirinya pada agama Nasrani atau Yahudi maka pernikahan sah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement