REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Pemerintah Karnataka, India di hadapan pengadilan tinggi mengatakan mengenakan jilbab bukanlah praktik keagamaan yang penting dalam Islam. Menurut pemerintah Karnataka, melarang pemakaian jilbab tidak melanggar jaminan konstitusional kebebasan beragama.
Pernyataan itu untuk membela perintah terkait larangan jilbab di ruang kelas. "Kami telah mengambil sikap bahwa mengenakan jilbab bukanlah bagian penting agama Islam," ujar Advokat Jenderal Karnataka Prabhuling Navadgi kepada pengadilan yang terdiri dari Ketua Hakim Ritu Raj Awasthi, Hakim JM Khazi, dan Hakim Krishna M Dixit seperti dikutip dari NDTV, Sabtu (19/2/2022).
Pengacara top pemerintah negara bagian ini menambahkan tidak ada yang melanggar hukum tentang perintah 5 Februari yang melarang pakaian yang mengganggu kesetaraan, integritas, dan ketertiban umum. India mengalami peningkatan protes tandingan atas larangan jilbab di banyak sekolah dan perguruan tinggi di negara bagian itu.
"Tidak masalah jilbab dalam aturan pemerintah. Perintah pemerintah sifatnya tidak berbahaya. Itu tidak mempengaruhi hak-hak pemohon," katanya seraya menambahkan perguruan tinggi dapat memutuskan apakah mereka ingin mengizinkan jilbab dalam kelas.
"Sikap negara sadar kami tak ingin campur tangan dalam urusan agama. Jilbab dikatakan bertentangan dengan sekularisme dan ketertiban dan bisa dikatakan tidak boleh. Padahal, kami tidak (sepakat). Itu adalah sikap negara yang dinyatakan. Kami tidak mau campur tangan," ujarnya.
Dia mengeklaim, porsi meresepkan pakaian sesuai dengan persatuan dam kesetaraan bisa dikatakan lebih baik. Maksudnya kalau tidak ada seragam yang ditentukan, silakan menggunakan pakaian yang sopan.
Jaksa Agung menolak tuduhan beberapa mahasiswa Muslim yang menentang perintah pemerintah Karnataka pada 5 Februari dengan mengatakan bahwa itu melanggar pasal 25 konstitusi. Perlu diketahui pasal 25 memberikan kebebasan hati nurani dan profesi, praktik, dan penyebaran agama yang bebas kepada warga negara India.
"Perintah pemerintah (India) juga tidak melanggar pasal 19 (1) (a) konstitusi yang menjamin hak kebebasan berbicara dan berekspresi bagi semua warganya," bantah Navadgi.
Kontroversi jilbab telah terjadi di Pengadilan Tinggi Karnataka sejak pekan lalu menyusul meningkatnya ketegangan selama berminggu-minggu atas perintah pelarangan jilbab di ruang kelas yang mulai menyebar di Karnataka sejak akhir Desember 2021. Pengadilan tinggi dalam perintah sementara sambil menunggu pertimbangan semua petisi yang terkait kasus hijab, pekan lalu melarang semua siswa mengenakan safron, syal, hijab, dan bendera agama apa pun di dalam kelas.