REPUBLIKA.CO.ID, KARNATAKA – Larangan pakaian keagamaan di sekolah-sekolah di negara bagian Karnataka, India selatan, telah memicu kemarahan dan protes di seluruh negeri. Kasus bermula pada Januari lalu, saat enam orang siswa Muslim melakukan protes karena ditolak masuk ke sekolah menggunakan jilbab.
Pada 4 Februari lalu, kejadian yang sama berlaku pada Aysha Nourin dan teman-temannya, yang tiba-tiba dipanggil ke aula. "Kami diminta untuk melepas jilbab atau kami tidak akan diizinkan masuk ke kelas. Ini mengejutkan. Kami belum pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya," kata Nourin, yang belajar di perguruan tinggi di Kundapura, Karnataka, dikutip di TRT World, Sabtu (12/2/2022).
Beberapa perguruan tinggi lain di negara bagian itu mulai dilaporkan menolak masuknya siswa yang mengenakan jilbab. Muncul tekanan dari kelompok Hindutva yang telah meluncurkan kampanye anti-hijab dengan mengenakan selendang safron.
Sejak itu, protes terhadap langkah tersebut meningkat di seluruh Karnataka. Mahasiswa terlihat memprotes, meneriakkan slogan-slogan dan memegang plakat di berbagai perguruan tinggi yang melarang masuknya mahasiswa yang mengenakan jilbab.
"Hijab adalah bagian dari keyakinan kami. Saya merasa aman di dalamnya. Saya tidak tahu bagaimana orang terancam olehnya," kata Nourin.
Protes terhadap larangan tersebut juga telah dilaporkan dari setidaknya empat negara bagian India lainnya, yaitu Benggala Barat, Uttar Pradesh, Telangana dan ibu kota New Delhi.
Di berbagai tempat, sejumlah Hindu sayap kanan, yang mengenakan selendang dan topi safron, menghadapi pengunjuk rasa dan bentrok dengan polisi. Bahkan, terlihat massa yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan aktivis muda dari berbagai organisasi Hindu sayap kanan melakukan pawai di seluruh Karnataka.
Baca juga: Larangan Jilbab di India, Ketua MUI: Bahayakan Kemanusiaan dan Toleransi
Pada hari yang sama, sebuah video viral di media sosial di mana gerombolan Hindutva terlihat mengolok-olok seorang siswa Muslim Muskan Khan, ketika dia memasuki perguruan tinggi di distrik Mandya.
Muskan berupaya menghadapi massa dan tetap memasuki kampus, dimana hal itu dipuji secara daring maupun di dunia nyata, atas keberaniannya. “Dia tidak punya siapa-siapa selain Allah SWT untuk dipanggil,” kata ayah Muskan, Mohammad Hussain Khan.