REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto menilai rencana pemindahan ibu kota politis. Sunanto khawatir jika pembangunan Ibu Kota yang dinilainya tergesa-gesa akan berujung mangkrak.
“Jangan-jangan pembangunan ini tidak akan berlanjut, karena walaupun sudah di undangkan (UU) visi besar setiap kepemimpinan kadang beda-beda, sehingga kemungkinan kerugian negara terhadap rakyat hasil pembangunan tidak berlanjut. Itu problematik,” ujarnya dalam diskusi Jakarta Journalist Center (JJC), Sabtu (12/2).
Pria yang akrab disapa Cak Nanto ini berharap agar pemerintah jangan terlalu tergesah-gesah melakukan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur (Kaltim). Pemindahan ibukota menurutnya dapat dilakukan secara perlahan setelah UU matang dan segala turunannya sudah jelas.
“Pembangunan ibukota tidak harus periode sekarang kan seharusnya? Karena setiap pembangunan yang begitu cepat, itu akan menghasilkan budaya yang tidak bagus,” terangnya.
“Kalau hanya terpaksakan. Begitu tempat pembangunannya tidak diatur ritmenya, maka yang terjadi hanya pembangunan fisik, tidak terjadi pembangunan budaya. Sedangkan yang kita butuhkan pembangunan budayanya,” tambah dia.
Menurut Cak Nanto, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) ini harus juga melibatkan masyarakat luas, dengan kata lain pemerintah memberikan ruang terbuka. Misalnya rencana akan seperti apa, pembangunan seperti apa, siapa pengelolanya, dari mana pekerjanya, dan bagaimana pembagian tempatnya.
“Saya kira ini menjadi satu hal yang harus dipikirkan betul-betul agar ini linier dengan budaya dan pembangunan itu sendiri. Sehingga proses pemerataan itu akan terwujud. Tapi kalau misalnya, ujung-ujungnya yang di sini pindah dan pribuminya tersingkirkan?” susulnya.
Karena itu, ia berharap agar pemerintah dapat memikirkan betul- betul turunan mainnya. Harus disiapkan sumber daya lokalnya seperti apa, kekuasaan yang lain seperti apa, sehingga terbangun porsinya, sehingga tidak ada yang tertinggal.
"Saya khawatir misalnya mau pindah kemana saja tapi terkooptasi kebijakannya ya sama saja, pola pikirnya sama saja. Jadi yang perlu dibangun mindset setiap orang, politisi, menjadi negarawan bahwa tempat itu hanya menjadi tempat pengelolaan tapi bukan untuk menyingkirkan semua perbedaan-perbedaan yang ada, dan mengayomi semua,” tuturnya.
“Kita kan bangsa yang kaya budaya, bahasa, adat, persektif, dan mengelola dalam pelbagai persektif itu saya kira tidak segampang itu,” tambahnya.
Terakhir, cak Nanto berharap agar kepentingan pemindahan IKN ini bukan kepentingan Presiden Joko Widodo semata, tapi murni kepentingan bangsa.