REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Buya Anwar Abbas menyampaikan Kementerian Agama (Kemenag) perlu memasukkan nilai, norma dan ketentuan dalam ajaran Islam ke dalam kebijakan pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, termasuk pesantren.
Hal itu disampaikan Buya Anwar menyusul langkah Kemenag yang dalam proses membuat regulasi terkait pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan. "Mencegah terjadinya kekerasan seksual dalam perspektif Islam hukumnya tentu wajib," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (4/2).
Buya Anwar mengingatkan, jangan sampai ada klausul di mana perbuatan itu dilarang oleh syariat, lalu menjadi boleh kalau hal itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Atau salah satu pihak merasa tidak keberatan atas tindakan atau perbuatan yang diterimanya.
"Kalau hal seperti itu sampai terjadi maka berarti Kemenag dianggap telah melakukan pelanggaran karena membolehkan hal yang diharamkan agama. Untuk itu kita meminta pihak Kemenag supaya hati-hati betul dalam membuat peraturan tersebut," ujarnya.
Buya Anwar juga berharap agar Kemenag mengajak dan melibatkan ormas-ormas Islam, perguruan tinggi dan tokoh-tokoh masyarakat untuk merumuskan kebijakan tersebut agar peraturan yang akan dibuat tersebut tidak mendapatkan resistensi dari umat.
Kemenag menyiapkan regulasi pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Muhammad Ali Ramdhani mengatakan regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA) ini disusun sebagai langkah mitigatif atas terjadinya sejumlah kasus kekerasan sekusual di lembaga pendidikan keagamaan dalam beberapa tahun terakhir.
"Kami sudah mulai susun regulasinya. Kami jaring saran dan masukan dari berbagai pihak, termasuk dari ormas keagamaan," ujar Ramdhani.