Keempat, kematian itu adalah peristiwa yang pasti terjadi dan tak mungkin terhindarkan. Allah berfirman: “Dan katakan (wahai Muhammad) bahwa sesungguhnya kematian yang kalian berusaha berlari darinya niscaya akan menemuimu” (Alquran surat Al-Jumu’ah ayat 7).
Kelima, kematian itu tidak memilih-milih (indiskriminatif). Menurut Ustadz Shamsi Ali, siapa saja dan apapun keadaannya ketika memang waktunya telah tiba akan mati. Kaya miskin, kuat lemah, sehat sakit, tua muda, dan seterusnya tidak menjadi penghalang bagi kematian.
Keenam, kematian itu terjadwal secara rapi. Artinya kematian itu jadwalnya pasti. Ketika jadwal tiba maka pasti terjadi. Tidak bisa diundur dan juga tidak bisa dimajukan. Allah berfirman: “Dan ketika ajalnya tiba mereka tidak bisa meminta penundaan dan juga tidak bisa meminta percepatan” (Al-A’raf ayat 34).
Baca juga : Dapat Cuan dari Google Adsense, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
Ketujuh, di saat kematian terjadi maka sungguh berat dan menyakitkan. Ketika sekarat (sakaratul maut) dan ketika nyawa dicabut maka itu adalah momen-momen tersulit dalam kehidupan seorang insan. Karena itu momen perpisahan dari dua hal yang menyatu begitu lama, perpisahan antara jasad dan ruh. Dan karena di momen itu terbuka benteng pemisah antara alam fisik dan alam gaib.
Kedelapan, kematian adalah kejadian yang hanya akan terjadi sekali dalam hidup manusia. Karenanya ketika seseorang telah berhadapan dengan kenyataan itu dia ingin agar kematian itu dilambatkan. Bahkan ingin untuk dikembalikan lagi ke kehidupan ini untuk berbuat yang lebih baik. Sebagaimana dapat ditemukan keterangannya dalam surat Al Munafiqun ayat 10-11 dan al Mukminun ayat 99-100.
Kesembilan, kematian adalah ukuran sikap bijak dan kepintaran seseorang. Karenanya Rasulullah SAW bersabda: “orang yang bijak atau pintar itu adalah yang selalu melakukan penghisaban (mengukur) diri sendiri dan berbuat untuk kehidupan setelah kematiannya” (At-Tirmidzi).