REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Para pemimpin India gagal melindungi wanita Muslim dari pelecehan daring. Hal ini disampaikan oleh Koordinator untuk India di Women's Regional Network Akanksha Khullar.
"Di bawah lingkungan yang semakin terpolarisasi yang dipupuk oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, keselamatan wanita Muslim secara rutin berisiko melalui pelecehan daring, pencurian privasi, atau eksploitasi seksual. Ratusan wanita Muslim di India memulai 2022 dengan penemuan gambar-gambar palsu mereka yang diunggah bersama konten menghina ke dalam sebuah aplikasi yang disebut Bulli Bai," kata Khullar dalam opininya, dilansir di South China Morning Post, Ahad (23/1/2022).
Munculnya aplikasi palsu yang mencantumkan wanita Muslim untuk dijual telah menambah kekhawatiran tumbuhnya Islamofobia di negara itu. Kejadian ini menjadi yang kedua dalam enam bulan. Ancaman kekerasan siber terhadap perempuan seharusnya ditanggapi dengan serius.
Khullar mengatakan India dikenal dengan multikulturalismenya. Orang mengikuti agama yang berbeda, berbicara bahasa berbeda, dan percaya pada nilai-nilai yang berbeda.
Dia mengatakan ketegangan antara kelompok-kelompok yang berbeda telah menjadi ciri pemerintahan India. Ini menempatkan kelompok-kelompok minoritas agama dalam posisi yang semakin rentan. Sekularisme, di mana demokrasi terbesar di dunia dibangun telah berkembang pesat. Serangan anti-Muslim khususnya merajalela di banyak wilayah India.
"Lebih dari siapa pun, wanita Muslim telah membayar harga untuk ketegangan ini. Selama beberapa dekade terakhir, wanita Muslim telah dihancurkan di bawah pelanggaran hak asasi manusia karena kombinasi berbahaya dari intoleransi agama, ketidaksetaraan gender yang mendarah daging dan hukum pribadi abad pertengahan," ucapnya.
Menurut Khullar, mereka menderita secara signifikan di bawah praktik talak tiga atau perceraian instan. Hal ini karena salah tafsir patriarki terhadap agama mereka.