REPUBLIKA.CO.ID, KABANJAHE -- Sejak awal pekan ini para donatur bersama BMH memulai kembali pengeboran sumur di Lingkungan 1, Desa Gundaling, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Tanah Karo. Tepatnya di lokasi tanah wakaf Pesantren Tahfidz Hidayatullah Karo. Hal ini dilakukan lantaran santri dan warga kerap mengeluh minimnya air yang dapat digunakan untuk bersuci, mandi dan konsumsi, karena hanya mengandalkan air hujan.
Ponpes Alpurbanta Hidayatullah merupakan pesantren penghafal Alquran yang khusus membina santri putrid. Meski di tengah kondisi yang belum menentu akibat pandemi Covid-19, pengurus dan pengasuh terus berjuang melengkapi berbagai sarana dan fasilitas untuk kebutuhan santrinya.
"Selama ini hanya mengandalkan air hujan dan bila habis kami harus membeli air. Perhari dibutuhkan air sekitar 1 ton air untuk 27 santri," cerita pengasuh pondok pesantren, Ustadz Habib seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Desa Gundaling yang berada 1.400 meter di atas permukaan laut memang sangat kesulitan air, terutama saat kemarau.” Sehingga, satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mendapatkan air bersih adalah dengan membangun sumur bor dengan kedalaman yang cukup," terang Lukman , Tim BMH Sumut, Selasa (11/1)
Sumur yang membutuhkan biaya sekitar Rp 60 jutaan ini ditargetkan bisa mencapai kedalaman 150 meter. Insya Allah airnya tidak hanya digunakan untuk keperluan santri di pondok, tapi juga kebutuhan warga sekitar.
"Melalui sumur ini, semoga Allah Subhanahu Wata'ala membalas donatur dan semua pihak yang terlibat dengan pahala jariyah, mengalirkan berkah sebagaimana mengalirnya air tersebut," ujar Lukman.
Pembangunan sumur bor ini menjadi ikhtiar utama dalam menyediakan air bersih untuk santri, pengasuh, pengurus pesantren dan masyarakat sekitar. Masih ada kesempatan bagi masyarakat yang ingin titip donasi untuk pembangunan Sumur ini. “Ini menjadi sumur bor perdana di tahun 2022 yang dibangun BMH Sumut,” kata Lukman.