Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, KH Muhammad Basri Har, mengatakan penduduk di Kalbar tidak ada yang paling menjadi mayoritas. Umat Islam meski menjadi yang terbesar tapi populasinya hanya sekitar 59 persen, Katolik 22 persen, Protestan 10 persen, sisanya Hindu, Buddha, dan Konghucu. Kondisi ini juga mendukung terciptanya kerukunan.
"Berkat kerjasama dan saling pengertian di antara pemeluk agama khususnya para tokoh-tokoh agamanya sehingga kerukunan bisa terwujud," kata Kiai Basri.
Menurutnya, salah satu tolok ukur kerukunan ketika pelaksanaan pilkada di Kalbar tidak pernah terjadi kerusuhan seperti yang terjadi di tempat-tempat lain. Padahal kontestannya beda agama dengan pemilihnya.
Ia menyampaikan, di Kalbar paling banyak etnis Melayu dan Dayak. Selain itu ada Madura, Bugis, Jawa, Tionghoa dan lain-lain. Tionghoa juga banyak tapi hanya di daerah-daerah tertentu saja seperti di Singkawang dan Pontianak.
Ia mengatakan, meski beragam etnis dan agamanya, masyarakat Kalbar sering melakukan kegiatan bersama khususnya tokoh-tokoh agamanya. Dalam waktu dekat, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) akan menggelar seminar agama-agama, salah satu narasumber acara tersebut dari MUI.
Baca juga: 4 Jalan Menuju Allah SWT Menurut Imam Syadzili
"Jadi fungsi MUI selain menjadi wadah musyawarah para ulama, cendekiawan dan zuama juga sebagai penghubung antarumat beragama, jadi kita menempatkan pengurus MUI di FKUB, di FKUB sering dialog untuk membahas berbagai permasalahan yang berpotensi merusak kerukunan," jelasnya.
Pengurus FKUB menyepakati di internal umat beragama memperbanyak dakwah dan memberikan pesan-pesan untuk menjaga kerukunan. Di antara agama-agama memperbanyak dialog dan diskusi, supaya tidak ada kesalahpahaman di antara pemeluk agama-agama yang ada di Kalbar.