Rabu 17 Nov 2021 20:07 WIB

Habib Utsman Bin Yahya dan Revitalisasi Keilmuan Kini

Habib Utsman bin Yahya dikenal sebagai mufti Batavia yang melegenda

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Habib Utsman bin Yahya dikenal sebagai mufti Batavia yang melegenda. Kota Batavia di masa lalu saat VOC mempunyai kantor perwakilan
Foto:

Hingga kini karya Habib Utsman bin Yahya dapat dijumpai di Perpustakaan Nasional. Di antara yang terkenal antara lain Sifat 20, yang masih menjadi bacaan di majelis taklim Betawi.    

Sementara itu, Ketua PW RMI-NU DKI Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki mengatakan, kajian kitab kuning perlu terus dibudayakan untuk menghindari terjadinya misinterpretasi atau salah tafsir.  

“Kita perlu membuka kembali pengajian kitab kuning karena ngaji harus bersumber pada sanad, jangan hanya mengandalkan google,apalagi jika sanadnya tidak jelas,” kata Rakhmad, dalam pertemuan virtual, Rabu (17/11). 

Dia mengatakan, penting untuk kembali mengkaji karya-karya ulama lokal, terlebih karya Habib Utsman bin Yahya sebagai ulama batavia yang disegani pada zamannya, terlebih masih banyak umat Muslim Jakarta yang belum mengerahui sosok beliau. 

Berdasarkan hasil survei RMI-NU DKI Jakarta, dari 234 majelis taklim seluruh Jakarta yang menggelar pengajian kitab kuning untuk laki-laki, tidak ada satu pun yang mengkaji kitab karangan Habib Utsman bin Yahya. 

“Berdasarkan survei kami, tidak ada satu pun dari 234 majelis taklim kitab kuning seluruh Jakarta yang mengajarkan karya habib utsman bin yahya padahal karya beliau hingga kini masih dapat ditemui di toko-toko kitab bahkan di toko emperan,” jelas Rakhmad. 

“Fakta ironis ini, menandakan adanya penurunan minat untuk mencaritahu karya-karya ulama lokal, khususnya ulama Betawi,” sambungnya, menambahkan bahwa kedepannya RMI-NU DKI Jakarta akan meningkatkan pengkajian kitab kuning karya ulama-ulama betawi di majelis hingga pesantren.  

Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Syamsul Ma'arif, mengatakan bahwa kajian kitab-kitab klasik adalah salah satu dari program yang tengah diupayakan PWNU. 

Baca juga: Kian Dalami Islam, Mualaf Thenny Makin Yakin Kebenarannya

 

Dia mengatakan, sejatinya tradisi tulis-menulis telah ada sejak lama dan diterapkan oleh ulama-ulama terdahulu. Namun sayangnya kebiasaan tersebut semakin terkikis seiring berkembangnya zaman. 

Dia menyebutkan, tradisi membaca, menulis harus menjadi keseharian kita, tapi memang ada perbedaan kegiatan para santri zaman dulu dengan zaman sekarang, terutama dalam hal mengkaji kitab kuning. 

 

“Saya berharap para ulama Jakarta bisa membiasakan diri untuk menulis dan membaca kitab seperti yang dicontohkan ulama-ulama terdahulu, sehingga ilmu yang diterangkan dalam kitab kuning bisa terus mengalir,” ujarnya.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement