REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arab Saudi mengumumkan serangkaian langkah-langkah menangani krisis iklim yang semakin intensif. Rencana iklim tersebut dituangkan dalam 'Inisiatif Hijau Timur Tengah' yang diluncurkan pada Senin (25/10). Akan tetapi, langkah tersebut dikritik dan dinilai hanyalah pengalihan untuk menjaga bahan bakar fosil menggerakkan ekonominya.
Selama kegiatan Inisiatif Hijau Timur Tengah pada akhir pekan, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mempresentasikan serangkaian rencana mengatasi bahaya pemanasan global. Pemanasan global sebagian besar disebabkan oleh negara-negara kaya selama tiga abad terakhir.
Inisiatif tersebut termasuk mencapai nol emisi gas rumah kaca pada 2060, menanam 50 miliar pohon di Timur Tengah dalam beberapa dekade mendatang, dan meluncurkan proyek energi bersih senilai 10,4 miliar dolar untuk kawasan tersebut. Namun, ikrar tersebut datang beberapa hari setelah Saudi Aramco, produsen minyak terbesar di dunia, mengumumkan rencananya meningkatkan produksi minyak mentah dari 12 juta barel per hari menjadi 13 juta barel pada 2027.
Langkah tersebut dinilai para ilmuwan, pakar energi, dan para aktivis bertentangan secara langsung dengan apa yang dibutuhkan untuk mencegah dampak paling buruk dari perubahan iklim. Para peneliti iklim mengatakan, semua hidrokarbon harus tetap berada di dalam tanah mulai sekarang. Arab Saudi telah membenarkan langkah kontradiktif untuk mengurangi emisi karbonnya sendiri sembari tetap mengeluarkan minyak dari tanah dan menjualnya ke seluruh dunia sebagai bagian dari rencana untuk menciptakan "ekonomi karbon sirkular."
"Menjelekkan industri hidrokarbon tidak akan membantu siapa pun. Dekarbonisasi ekonomi tidak akan membantu siapa pun," kata Kepala Eksekutif Aramco Amin Nasser pada Sabtu (24/10) lalu, dilansir di Aljazirah, Rabu (27/10).
Arab Saudi sebelumnya menguraikan rencana membangun pabrik hidrogen hijau terbesar di dunia yang ditenagai oleh energi matahari dan angin di kota futuristik Neom. Riyadh telah mengatakan 'Inisiatif Hijau Saudi' sendiri akan melibatkan investasi lebih dari 700 miliar riyal (187 miliar dolar) pada 2030.
Ekonom minyak dan gas Cornelia Meyer memuji rencana transformasi ekonomi 'hijau' kerajaan. Menurutnya, Arab Saudi mengarahkan jalan yang baik dengan inisiatif hijau Saudi dan Timur Tengah, energi terbarukan dan proyek hidrogen hijau.