REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kabar kasus dugaan penyiksaan anjing yang terjadi di Aceh viral di media sosial. Anjing bernama Canon diduga dibunuh oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Aceh.
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar NU (PBNU), KH Mahbub Maafi, mengatakan dalam kasus di Aceh ini, perlu adanya verifikasi lebih lanjut. “Tidak bisa komentar lebih lanjut soal ini karena tidak tahu kejadian yang aslinya. Apakah anjing itu berbahaya atau tidak itu kuncinya, perlu diketahui,” kata Mahbub kepada Republika.co.id, Ahad (24/10).
Namun, Mahbub menjelaskan dalam pandangan fikih, ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi. Jika anjing memang dinilai berbahaya dan membahayakan masyarakat serta tidak ada manfaatnya, anjing itu diperbolehkan untuk dibunuh.
Cara membunuhnya pun kata dia itu juga diatur. Membunuh dalam konteks ini merupakan pilihan terakhir jika anjing itu dinilai sangat membahayakan masyarakat.
“Cara membunuhnya harus dengan baik, ada aturannya, seperti menyembelih hewan mulai dari penggunaan alatnya hingga tata caranya. Itu juga tidak boleh disiksa atau digebukin,” ujar dia.
Bahkan, beberapa ada yang berpendapat membunuh anjing juga tidak dibolehkan jika dia sedang hamil. Namun, jika anjing itu ada pemiliknya, masyarakat bisa meminta pemiliknya untuk menyingkirkan.
Yang jelas, dalam Mazhab Syafii, tidak dibolehkan membunuh anjing, kecuali anjing itu dinyatakan berbahaya bagi lingkungan. “Anjing pada dasarnya tidak boleh dibunuh atau disiksa,” tambahnya.
Sebelumnya, beredar video yang memperlihatkan anggota Satpol PP Aceh diduga tengah menyiksa anjing di Kabupaten Aceh Singkil, Pulau Banyak.
Dalam video itu terlihat segerombolan petugas Satpol PP menghalau seekor anjing bernama Canon menggunakan kayu. Video yang menjadi viral ini diunggah oleh Organisasi Nirlaba Natha Satwa Nusantara dalam akun Instagramnya.
Pihak Natha Satwa Nusantara meminta agar otoritas setempat menerapkan tata cara yang berkemanusiaan dan tidak melanggar Undang-Undang (UU) dalam penangkapan hewan.
“Kami dan segenap masyarakat mendesak @polres_acehsingkil untuk memproses kasus ini. UU Nomor 41 Tahun 2014, Pasal 91 A dan 91 B, dan 302 KUHP dengan terang menjelaskan bahwa Indonesia melarang masyarakatnya untuk menyiksa hewan. Kasus penyiksaan hewan bukanlah delik aduan melainkan delik biasa, dengan kata lain, meskipun tidak ada yang melaporkan, aparat wajib memproses kasus ini. Semoga ada tanggapan baik dari pihak-pihak yang bersangkutan,” kata @nathasatwanusantara.