REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Katib Aam Syuriyah PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan NU perlu melakukan pembaruan memasuki 100 tahun kedua organisasi kemasyarakatan Islam itu.
Dari segi kepengurusan, misalnya, kata Gus Yahya, sapaan akrabnya, harus ada jaminan berlangsungnya regenerasi secara alamiah pada setiap jenjang kepengurusan. "Apakah kita siap melakukan regenerasi?" tanya Gus Yahya saat bersilaturahim dengan pengurus PWNU dan PCNU Bali, NTT, dan NTB di Denpasar, Bali, Kamis malam (21/10).
Serempak peserta pertemuan menyatakan siap. Pembaruan lainnya, menurut Gus Yahya adalah terkait dengan pengelolaan organisasi.
Dia mengusulkan pola kerja di jajaran tanfidziyah atau eksekutif PBNU seperti sebuah pemerintahan. Seorang ketua umum mesti berfungsi seperti seorang presiden.
Ia memimpin rapat seperti seorang presiden memimpin sidang kabinet. "Seluruh program dan agenda kerja diputuskan bersama," kata Gus Yahya, dikutip dari siaran pers di Jakarta, Jumat (22/10).
Selain menyampaikan gagasan tentang NU masa depan, dalam kesempatan itu Gus Yahya mengutarakan niatnya maju dalam pemilihan Ketua Umum PBNU pada Muktamar ke-34 NU di Lampung, 23-25 Desember 2021. Gus Yahya mengatakan sudah menyampaikan sekaligus meminta izin kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj atas niatnya itu.
Menanggapi paparan Gus Yahya, Ketua PWNU Bali KH Abdul Aziz menyatakan sangat dapat memahami. "Rasanya gagasan-gagasan besar Kiai Yahya kalau dilaksanakan akan mengubah wajah NU sehingga manfaatnya akan kian terasa," ujarnya.
Ketua PWNU Nusa Tenggara Barat Prof Masnun Tahir mengapresiasi rencana kerja Gus Yahya terkait desentralisasi program. Ia membayangkan program kerja PBNU didistribusikan ke wilayah dan cabang.
"Jangan hanya sekali pas muktamar saja kami ini disapa," katanya.
Ketua PWNU Nusa Tenggara Timur KH Umbu Nay berharap PBNU bisa dirasakan kehadirannya di tingkat bawah, tidak hanya ketika menjelang muktamar saja.