REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Belanda berada di pusat kontroversi setelah sebuah laporan mengatakan beberapa kotamadya telah membayar ratusan ribu euro atau miliaran rupiah untuk memata-matai masjid dan pusat-pusat Muslim di negara itu. Pemerintah kota disebut membayar perusahaan swasta untuk melakukan tugas itu diam-diam.
Dilansir dari The New Arab, Ahad (17/10), 10 kotamadya membayar perusahaan untuk menyelidiki masjid, imam dan pemimpin komunitas Muslim. Hal ini memicu kritik tentang privasi, menurut laporan harian Belanda NRC Handelsblad.
Kotamadya yang terlibat termasuk Rotterdam, Almere, Huizen, Delft, Ede dan beberapa lainnya, dan diyakini sekitar Rp 4,8 miliar telah dihabiskan untuk penyelidikan rahasia. Satu kotamadya, Utrecht, dilaporkan menghentikan penyelidikannya karena kekhawatiran tentang privasi dan cara penyelidikan itu dilakukan.
Kota yang terlibat dalam penyelidikan tidak senang dengan laporan pemerintah tentang radikalisasi ISIS di negara tersebut dan memutuskan untuk melakukan penyelidikan ini secara terpisah. Organisasi Muslim SPIOR mengatakan penyelidikan itu sama dengan "Islamofobia".
"Dengan pemerintah yang begitu keras dan radikal menggambarkan komunitas Muslim sebagai 'yang lain' dan 'berpotensi berbahaya', populisme tampaknya telah mencapai tingkat pemerintahan yang lebih tinggi," kata SPIOR.
Beberapa bagian dari pemerintah Belanda telah dituduh memupuk sentimen Islamofobia. Awal tahun ini pengusaha sayap kanan dan pemimpin partai PVV Geert Wilder dihukum karena menghasut kebencian dan kekerasan. Kasus ini melibatkan pernyataan yang dia buat tentang orang Maroko saat berkampanye di Den Haag pada Maret 2014.
Wilders telah bertanya kepada sekelompok orang di sebuah kafe apakah mereka menginginkan “lebih banyak atau lebih sedikit orang Maroko di kota ini dan Belanda”, dan setelah hadirin mengatakan “lebih sedikit”, dia menjawab: "Baiklah, maka kami akan mengaturnya."