REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemerintah Prancis akan kembali menutup sebuah masjid yang dituduh terkait dengan ekstrimisme. Seperti dilansir rfi pada Jumat (15/10) Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerard Darminin telah memerintahkan pihak berwenang untuk menutup sebuah masjid di barat laut. Ini dilakukan menyusul bukti bahwa masjid itu menyebarkan paham radikal.
Sejak pembunuhan guru Samuel Paty setahun yang lalu, Prancis telah menindak siapa pun yang dicurigai menyebarkan pandangan ekstremis.
Polisi menggeledah Masjid di Allonnes, dekat kota Le Mans pada Selasa atau sehari sebelum prefektur mengatakan akan ditutup karena beberapa dari 300 anggotanya terkait dengan gerakan paham radikal yang melegitimasi penggunaan jihad bersenjata juga sebagai kebencian dan diskriminasi.
Masjid ini juga menjadi sekolah Alquran, yang dianggap prefektur sebagai tempat indoktrinasi karena mengajarkan jihad bersenjata kepada sekitar 110 siswa.
Darmanin menuliskan dalam jejaring sosialnya pada Rabu bahwa ia telah meminta pihak berwenang untuk menutup masjid, meskipun juru bicara pemerintah Gabriel Attal mengatakan keputusan akhir akan diumumkan pada Rabu, mengikuti prosedur hukum.
Sementara akun dari dua asosiasi yang menjalankan masjid dibekukan pada awal Oktober, bersama dengan beberapa organisasi dan individu lain yang diduga termasuk menganut paham radikal.
Baca juga : Sebab-Sebab Pemicu Kemunduran Umat Islam Era Kini
Dalam sebuah wawancara pada September, Darmanin mengatakan prosedur untuk menutup enam tempat ibadah sedang berlangsung, seiring dengan pembubaran beberapa organisasi di seluruh negeri.
Polisi di Prancis timur menggeledah tempat sebuah masjid di pinggiran Strasbourg pada Selasa yang juga dalam prosedur untuk ditutup
Organisasi yang menjalankan kegiatan budaya di masjid Elsau, CIEL yang dituduh melakukan separatisme menerbitkan laporan polisi yang menunjukkan bahwa tidak ada yang memberatkan.
“Prosedur ini, menurut kami, berasal dari agitasi politik yang bertujuan untuk membungkam dan meminggirkan para pemimpin kami yang menyebarkan kata partisipasi warga, jauh dari ekstremisme atau konformitas,” katanya dalam sebuah pernyataan kepada media setelah pencarian.
“Agitasi politik dan stigmatisasi komunitas spiritual berkontribusi pada perpecahan masyarakat,” tulisnya di halaman Facebooknya , di mana mereka menyerukan demonstrasi untuk memprotes prosedur tersebut.
Sumber: