Rabu 06 Oct 2021 13:42 WIB

Keluarga Mantan PKI Kembali Memeluk Islam

Arus kembali memeluk Islam di basis PKI karena gerakan dakwah.

Lambang PKI dan Kantor Pemuda Rakyat di serbu masa seisai peristiwa G30SPKI. Komunisme berserta ajaran Marxisme dan Lenimisme kemudian di larang di Indoneisa..
Foto:

Merangkul

Dalam pengamatan Arif, sikap keluarga mantan anggota PKI dan onderbouw-nya yang memutuskan kembali memeluk Islam dan yang tidak, cukup berbeda. Mereka yang masuk Islam umumnya sudah tak lagi tertarik berbicara tentang isu PKI dan pembunuhan massal anggota PKI pasca-1965. Sementara yang masih getol mengungkit-ungkit kembali soal pembantaian massal 1965 adalah anak-anak anggota ideologis PKI dan yang memeluk agama Kristen-Katolik.

“Secara jumlah, anak ideologis PKI tidak banyak. Tapi mereka lihai, ada di banyak sektor penting, dan jalinan mereka solid,” ujar Arif. Sebagian aktivis angkatan ’98 banyak yang berafiliasi dengan mereka.

Keluarga mantan anggota PKI dan onderbouw-nya yang memeluk Kristen dan Katolik relatif banyak mengikuti isu PKI. Menurut Arif, mereka kebanyakan antipati terhadap perubahan keyakinan pada keluarga mantan anggota PKI menjadi Islam. Alasannya lebih karena trauma sejarah. Sebab, di masa lampau orang tua mereka berkonflik dengan kalangan Islam. Sementara, pasca G-30-S/PKI menguntungkan Kristen dan Katolik secara kuantitatif.

Anak-anak keluarga mantan PKI yang sudah masuk Islam biasanya sudah tidak terlalu memberikan perhatian terhadap anak-anak mantan PKI yang ideologis. Sebaliknya, anak-anak ideologis PKI yang masuk Kristen-Katolik tampak sangat tidak suka melihat fenomena masuk Islamnya keluarga eks PKI. Sedangkan, mereka yang beragama Kristen namun abangan (tidak melaksanakan ibadah secara rutin) umumnya tidak peduli jika tetangganya masuk Islam.

Di lapangan, Arif juga menemukan fakta bahwa anak ideologis PKI, yang masuk Kristen Katolik maupun tidak, umumnya mengambil sikap bermusuhan kepada Islam politik. Mereka selalu tampak antipati terhadap setiap warna Islam yang ingin masuk ke dalam institusi negara secara formal. Sebab, setiap formalisme agama adalah hantu dan sekaligus teror bagi mereka.

Afiliasi keluarga eks PKI yang masuk Islam kini sangat beragam. Ada yang memilih Islam kultural, tetapi ada pula yang menjadi lebih politis dan ideologis.

Baca juga : Begin The Beguine: Dari Gestapu PKI ke Laut China Selatan

“Jadi merata. Ada yang berafiliasi ke NU, Muhammadiyah, MTA (Majelis Tafsir Al-Quran). Ada juga yang secara politik bergabung dengan PKS, HTI, dan juga Salafi,” kata Arif. Bahkan di Solo, kini banyak bekas basis PKI yang anak-anak mudanya mengubah basis lama mereka itu menjadi basis kelompok jihadi.

Fenomena-fenomena ini nyaris tak terbaca jika kita hanya memandang masyarakat dari kacamata elite politik. Apalagi setiap menjelang 30 September, masyarakat Indonesia selalu diharu-biru dengan kenangan masa lampau, peristiwa G-30-S/PKI yang traumatis.

Meski peristiwa itu sudah 56 tahun berlalu, masyarakat kita seolah hanya diingatkan tentang peristiwa kelam dalam sejarah negeri ini saja. Padahal, perkembangan di sisi lain yang menarik.

Di tengah masyarakat Muslim, upaya merangkul keluarga mantan anggota PKI dan onderbouw-nya sudah banyak dilakukan. Perubahan besar pun telah terjadi dengan arus kembali masuk Islamnya keluarga mantan anggota PKI dan onderbouw-nya. Sudah saatnya pula, para elite politik Islam merangkul mereka, dengan menampilkan wajah yang lebih sejuk dan memanusiakan, agar trauma masa lampau itu hilang sepenuhnya.

Sudah tidak pada tempatnya lagi kita hanya mengedepankan sikap apriori terhadap saudara-saudara sekampung, sedesa, senegara yang pernah mengambil jalan lain dalam berpolitik. Alasan kewaspadaan terhadap paham komunisme memang selalu menjadi alasan. Tapi, toh, sejarah juga telah membuktikan bahwa komunisme adalah paham yang gagal dan tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Kita pun tentu memahami, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa dapat berubah, seiring dengan berbagai interaksi dan pengalaman hidup mereka masing-masing. Sementara, umat Islam pun memahami bahwa hidayah bisa datang dari arah mana pun. Maka sudah selayaknya jika kita merangkul dan menyediakan diri bagi saudara-saudara kita untuk menjemput hidayah. Wallahu alam bishshawab ….

 

*NB: Tulisan dimuat kembali atas izin penulis. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement