Hal itu memicu pemberontakan yang berakhir pada Februari 2005, dengan pengumuman bersama oleh Sharon. Ia kemudian menjadi perdana menteri Israel dan Mahmud Abbas penerus mendiang Yasir Arafat sebagai kepala Otoritas Palestina.
Keesokan harinya, orang-orang Palestina pertama terbunuh. Seorang penasihat pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat menuduh Sharon memicu perang agama.
“Sejak kami masih anak-anak, kami memimpikan hak untuk kembali sepanjang waktu, tetapi pendudukan tidak pernah membiarkan kami bermimpi. Dari masa kanak-kanak sampai hari ini, kami hidup menderita setiap hari, rumah kami hancur, bertahun-tahun kemudian tentara Israel membunuh ibu dan saudara laki-laki saya, dan menangkap kami, lima bersaudara,” kata Yahia.
Kakak yang perhatian
Yahia juga ingat ketika wajahnya terbakar pada 2001 dan dia harus tinggal di rumah sakit selama sebulan, kakak laki-laki itu selalu bersamanya. “Dia tidak pernah meninggalkan saya sendirian setiap saat di rumah sakit, bahkan ketika ibu saya mengunjungi kami dan memintanya untuk kembali ke rumah untuk beristirahat,” katanya.
Beberapa bulan kemudian, selongsong mortir meledak di wajah Zakaria yang menyebabkan kerusakan parah dan kronis pada penglihatan dan kelainan bentuk wajah. Selama Intifada Kedua, tentara Israel menyerang rumah Zakaria dan membunuh ibunya pada Maret 2002. Sebulan kemudian, saudaranya Taha juga terbunuh.