Kamis 30 Sep 2021 05:59 WIB

Shalawat Badar, Mimpi Pria Berjubah Putih dan Perlawanan PKI

Shalawat Badar menjadi simbol kuat perlawanan terhadap PKI.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Shalawat Badar menjadi simbol kuat perlawanan terhadap PKI. Ilustrasi
Foto:

Saat itu Habib Ali Kwitang mengajak agar shalawat Badar dipopulerkan sehingga dapat menyaingi lagu genjer-genjer yang kala itu tengah dipopulerkan PKI. 

KH Ali Manshur kemudian diundang ke Jakarta untuk membacakan shalawat Badar dihadapan banyaknya jamaah. Ketika itu Habib Ali Kwitang segera menginstruksikan murid-muridnya mencatat shalawat Badar, mencetak dan memperbanyak untuk disebarkan ke berbagai daerah sehingga menjadi populer.  

"Shalawat Badar diciptakan mengiringi keprihatinan kebangsaan, nasib rakyat, umat di tengah situasi tahun enam puluhan. Komunisme menggunakan kebudayaan melalui seni rakyat untuk mengusung tema komunisme yang itu bersitegang dengan kiai-kiai.

Atas situasi itulah shalawat Badar tercipta. Shalawat Badar ini ikut membentuk karakter bangsa yang nasionalis dan religius," kata Gus Jadul Maula.  

Hubungan NU dan PKI begitu memanas pada era 1960-an. Terlebih banyak para kiai NU yang mendapatkan perlakukan kekerasan karena menentang ideologi PKI serta menolak upaya paksa perampasan tanah-tanah wakaf umat untuk pesantren z masjid, atau lembaga pendidikan Islam oleh PKI. Sejarawan Islam yang juga Rektor Institut Agama Islam al-Falah Assunniyyah Kencong Jember, Rizal Mumazziq, mengatakan sebelum peristiwa Gerakan 30 September (Gestapu) bentrok antara NU dengan PKI sering terjadi di sejumlah daerah.  

Misalnya saja di Surabaya, pada 1960-an PKI melalui Pemuda Rakyat dan Barisan Tani Indonesia menyerobot tanah milik Muslimat NU yang bertujuan untuk wakaf Yayasan Khadijah. 

Menurut Gus Rijal, PKI menginginkan agar tanah-tanah wakaf yang dimiliki pesantren atau kiai itu harus dibagikan secara merata bagi para rakyat atau Barisan Tani Indonesia. Patok-patok yang dipasang pemuda rakyat dan BTI itu pun menyulut kemarahan para santri terutama Banser hingga berujung bentrok.  

Penistaan terhadap agama Islam juga dilakukan PKI untuk memancing kemarahan warga Nahdliyyin. Di Jember misalnya, di tengah istighasah dan pembacaan shalawat Badar oleh para santri dan GP Ansor, tak jauh dari lokasi, para anggota PKI justru menggelar parade nyanyian seni dan drama yang menyinggung umat Islam. 

Baca juga : Obat Hati dan Obat Penyakit yang Disebutkan Rasulullah SAW

Di antara drama yang ditampilkan berjudul Matine Gusti Allah, Malaikat Kawin, dan juga Haji Bahrum sebagai upaya merendahkan para ulama.  

"Jadi memang ini pertarungan ideologi melalui budaya atau seni. Jadi jika shalawat Badar itu dikumandangkan sebagai bagian dari pemersatu unsur kesantrian juga sebagai budaya tanding dari genjer-genjer PKI," katanya.      

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement