REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ulama sekaligus pemikir besar Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengatakan, seorang hamba harus menyalakan hidupnya dengan iman jika ingin hidup di dunia. Selain itu, menurut dia, juga harus melaksanakan kewajiban dan menjauhi kemaksiatan.
"Jika engkau ingin hidup bahagia, maka nyalakan hidupmu dengan iman, hiasilah ia dengan melaksanakan kewajiban, dan jagalah ia dengan menjauhi kemaksiatan," kata Nursi dikutip dari karyanya yang berjudul "Tuntunan Generasi Muda" terbitan Risalah Nur."
Dia pun mengajak umat Islam untuk membayangkan adanya sejumlah tiang gantungan yang dipasang di hadapannya. Di sampingnya juga terdapat tempat untuk membagi-bagikan hadiah berharga yang istimewa kepada yang beruntung.
Kemudian, ada sepuluh orang yang akan dipanggil, baik dalam kondisi suka maupun terpaksa. Hanya saja, karena waktu pemanggilan tidak diketahui, setiap saat mereka selalu menantikan pihak yang memanggil.
“Ke sinilah! Terima keputusan hukuman matimu dan naiklah ke tiang gantungan!” Atau ia berkata, "Ke sinilah! Ambil sebuah tiket yang akan memberikan keuntungan miliaran rupiah.”
Ketika mereka sedang diam menunggu, tiba-tiba terdapat dua orang yang datang ke depan pintu. Salah satunya berupa wanita yang cantik dan genit, serta nyaris telanjang di mana ia membawa sepotong kue yang tampak lezat untuk diberikan kepada kita. Hanya saja sebenarnya ia beracun.
Sementara yang lain berupa lelaki gagah dan berwibawa. Ia masuk setelah wanita itu seraya berkata, “Aku membawakan sebuah azimat dan pelajaran untuk kalian. Jika kalian membaca pelajaran tersebut dan tidak memakan kue tadi, kalian akan selamat dari tiang gantungan. Dan dengan azimat ini, kalian akan menerima tiket hadiah berharga. Kalian melihat dengan mata kepala bahwa siapa yang memakan kue tersebut akan terkena penyakit perut hingga naik ke tiang gantungan.”
Adapun orang yang memperoleh tiket hadiah, meskipun tidak terlihat oleh kita dan kelihatannya mereka naik ke tiang gantungan, hanya saja lebih dari jutaan saksi menginformasikan bahwa mereka sebenarnya tidak digantung. Namun, ia menjadikan tiang gantungan tersebut sebagai tangga agar dapat dengan mudah menyeberang menuju tempat pemberian hadiah.
Lihatlah dari sejumlah jendela untuk dapat menyaksikan bagaimana para pembesar yang bertanggung jawab membagi-bagikan hadiah tersebut memanggil dengan suara keras,
“Para pemilik azimat tersebut telah berhasil mendapat tiket hadiah. Yakinilah hal tersebut sebagaimana kalian melihat secara langsung orang-orang yang pergi menuju ke tiang gantungan. Jangan sekali-kali ragu. Ia sangat jelas sejelas mentari di tengah hari.”
Berdasarkan perumpamaan di atas, kata Nursi, maka kenikmatan masa muda yang terlarang sama seperti madu yang beracun. Kematian bagi orang yang kehilangan tiket iman yang mendatangkan kebahagiaan abadi laksana tiang gantungan. Ia menantikan si algojo, ajal, yang bisa datang kapan saja—karena tidak kita ketahui—untuk merenggut nyawa tanpa membedakan antara yang muda dan tua. Lalu, ia memasukkannya ke lubang kubur yang merupakan pintu kegelapan abadi, sebagaimana tampak secara lahiriah.
Akan tetapi, menurut Nursi, jika si pemuda itu berpaling dari kenikmatan terlarang yang menyerupai madu beracun, lalu ia pergi untuk mendapat azimat qur’ani yang berupa iman dan penunaian kewajiban, maka 124 ribu nabi, serta para wali saleh dan ulama yang tidak terhitung banyaknya menginformasikan dan memperlihatkan tanda dari informasi yang mereka berikan bahwa seorang mukmin akan mendapatkan tiket yang membuatnya meraih kebahagiaan abadi.