REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung pemerintah yang akan terus mengejar para penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) agar segera mengembalikan utang mereka ke negara karena utang itu membebani keuangan negara. Total kewajiban 48 obligor dan debitur BLBI yang masih dikelola oleh pemerintah sebesar Rp 110,45 triliun.
"Keputusan dan tindakan ini tentu sangat tepat untuk diambil dan dilakukan oleh pemerintah apalagi negara kita saat ini sedang menghadapi masalah berupa pandemi Covid 19 yang telah berdampak cukup besar terhadap kehidupan perekonomian nasional dimana hutang kita dalam beberapa tahun terakhir ini tampak semakin meningkat bahkan sudah akan mencapai Rp. 7.000 trilliun," kata Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas dalam keterangannya, Ahad (29/8).
Untuk itu sikap tegas dan keras dari pemerintah terhadap para obligor BLBI ini tentu jelas harus dan mutlak dilakukan dan ditegakkan. MUI mendukung sikap Menkopolhukam dan menteri keuangan yang akan menagih kepada para penunggak dana BLBI tersebut yang penagihannya dilakukan hingga ke anak cucu mereka karena tidak mustahil ada usaha-usaha mereka itu yang diteruskan oleh para keturunannya.
"Dan kalau hal ini bisa dilakukan secara serius dan bersungguh-sungguh oleh pemerintah, maka tentu usaha kita untuk memulihkan keadaan perekonomian nasional jelas akan sangat terbantu sehingga kehidupan ekonomi dan perekonomian nasional akan bisa bergerak dan menggeliat kembali sesuai dengan yang diharapkan," tegasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan terus mengejar hal ini hingga ke keturunan dari obligor. Ia mengatakan, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih (Satgas) BLBI untuk melakukan pemanggilan dan penagihan atas kewajiban mereka.
"Kita tidak akan mengenal lelah dan menyerah, kita akan terus berusaha mendapatkan hak kembali dari negara bisa dipulihkan. Tentu saya berharap kepada para obligor dan debitur tolong penuhi semua panggilan dan mari kita segera selesaikan obligasi atau kewajiban Anda semua yang sudah 22 tahun merupakan suatu kewajiban yang belum diselesaikan,” kata Sri dalam konferensi pers virtual penyitaan aset BLBI, Jumat (27/8).
Pemerintah telah menanti selama 22 tahun pengembalian aset BLBI senilai Rp 110,45 triliun. Sri mengatakan, pemerintah berupaya menangani persoalan perbankan dan keuangan yang bebannya sampai saat ini akibat penanggungan tersebut.
Hal ini disebabkan bantuan likuiditas dibiayai dalam bentuk surat utang negara, yaitu surat utang negara yang diterbitkan oleh pemerintah yang sampai sekarang masih dipegang oleh Bank Indonesia (BI).
Sri mengungkapkan, 22 tahun yang lalu, 1997-1999 terjadi krisis keuangan di Indonesia dan krisis keuangan tersebut mengenai perbankan yang menyebabkan banyak bank mengalami kesulitan. Pemerintah dipaksa melakukan apa yang disebut penjaminan blanket guarantee kepada seluruh perbankan di Indonesia saat itu.
Menurut Sri, pemerintah selama 22 tahun juga membayar bunga utang karena sebagian dari BLBI menggunakan tingkat suku bunga yang sebagian dinegosiasikan. Sejauh ini, pemerintah resmi mengambil alih hak penguasaan aset eks BLBI milik para debitur dan obligor. Penguasaan aset dilakukan terhadap 49 bidang tanah yang tersebar di Indonesia dengan total luas 5,2 juta meter persegi.
Sri menyebutkan, sebanyak 49 bidang tanah tersebar di sejumlah wilayah Indonesia termasuk di Karawaci dan Tangerang. Termasuk juga di Medan, Pekanbaru, dan Bogor.
Adapun nilai aset yang didatangi oleh pemerintah ini mencapai triliunan rupiah. Sri menegaskan, aset yang disita tersebut telah dipasangi plang negara.