REPUBLIKA.CO.ID, – Umat Islam sangat dianjurkan untuk menuntut ilmu. Tidak ada agama yang begitu serius mengatur persoalan ilmu dan pendidikan selain agama Islam.
Kendati demikian, ilmu yang dituntut tidak sembarang ilmu, tapi ilmu yang bermanfaat dan bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam kitabnya yang berjudul Al-Hikam, Syekh Ibnu Athaillah berkata:
العلم النافع هو الذي ينبسط في الصدر شعاعه وينكشف به عن القلب قنا عه “Ilmu yang bermanfaat adalah cahayanya mepalangkan dada dan menyingkap tirai bambu”
Dalam syarahnya di kitab al-Hikam terbitan TuRos, Syekh Abdullah Asy Syarqawi menjelaskan bahwa yang dimaksud Ibnu Athaillah dengan ilmu yang bermanfaat tersebut adalah ilmu tentang Allah, sifat-sifat-Nya, asma-Nya, dan ilmu tata cara beribadah kepada-Nya dan bersopan santun di depan-Nya.
Menurut Syekh Abdullah, ilmu inilah yang cahayanya melapangkan dada, sehingga mudah menerima Islam dan menyingkap tirai serta selaput penutup kalbu. Maka, hilanglah segala macam angan dan keraguan darinya.
Malik bin Anas berkata, “Ilmu diraih bukan dengan banyaknya periwayatan, melainkan ilmu adalah cahaya yang dipancarkan Allah ke dalam hati.”
Lebih lanjut, Syekh Abdullah menjelaskan bahwa manfaat ilmu ialah mendekatkan hamba kepada Tuhannya dan menjauhkan dari padangan terhadap diri sendiri. “Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba dan akhir dari keinginan dan pencariannya,” katanya.
Sementara itu, Al Mahdawi berkata, “Ilmu yang berguna adalah ilmu tentang waktu, kejernihan hati, kezuhudan di dunia, dan ilmu tentang hal-hal yang mendekatkan diri ke surga, menjauhkan diri dari neraka, membuat takut kepada Allah dan berharap kepada-Nya, serta ilmu tentang kebersihan jiwa dan bahayanya.”
Itulah ilmu yang dimaksud dengan cahaya yang dipancarkan Allah ke dalam hati siapa saja yang dikehendaki-Nya, bukan ilmu lisan, ilmu logika, atau ilmu manqul.
Sedangkan Al Junaidi merangkum semua keterangan itu dengan berkata, “Ilmu yang sesungguhnya adalah ilmu tentang Tuhan (makrifat) dan ilmu bersopan santun di hadapan-Nya.”