Kami tidak akan diam
Para aktivis khawatir ruang online di India menjadi semakin beracun bagi wanita pada umumnya, dan wanita Muslim pada khususnya. Januari lalu, Amnesty International India mengatakan dalam sebuah laporan bahwa hampir 100 politisi perempuan India di Twitter menjadi sasaran pelecehan online yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Para wanita India itu menjadi sasaran tidak hanya karena pandangan mereka diungkapkan secara online, tetapi juga untuk elemen identitas mereka seperti jenis kelamin, agama, kasta dan status perkawinan, kata laporan itu.
“Jadi, politisi wanita Muslim menjadi sasaran lebih dari rekan-rekan Hindu mereka,” kata pengacara yang berbasis di Delhi Vrinda Bhandari, yang berspesialisasi dalam privasi dan hak digital.
“Penting untuk membingkai pelanggaran ini dalam hal ujaran kebencian, karena kita perlu mengenali sudut komunal pelanggaran, penggunaan 'Sulli' yang menghina dan bagaimana itu digunakan untuk menargetkan wanita Muslim,” kata Bhandari.
Dalam konteks inilah pelecehan terhadap perempuan Muslim baik online maupun offline lebih bernuansa grafis dan seksual. “Secara umum, pandangan mayoritas tidak hanya menjadi objek dan viktimisasi tetapi juga oportunistik,” kata Ghazala Jamil, asisten profesor di Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan di Universitas Jawaharlal Nehru.
“Bahkan dalam narasi Islamofobia global, niat yang dinyatakan untuk menyelamatkan wanita Muslim tidak pernah murni atau niat yang sebenarnya. Itu hampir selalu merupakan fasad belaka untuk beberapa proyek anti-Muslim.”