REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti mengatakan, sekarang ini masyarakat hidup di era yang serba terbuka dengan adanya internet. Namun, dia kaget dengan adanya survei yang menyatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang tingkat keadabannya paling rendah dalam menggunakan media sosial.
“Survei microsoft beberapa waktu lalu memang cukup mengagetkan kita ketika ternyata dilihat dari sisi akhlak dan keadaban, Indonesia ini termasuk salah satu negara yang paling rendah tingkat keadabannya dalam menggunakan media sosial,” ujar Prof Mu’ti saat sambutan dalam acara pengajian umum PP Muhammadiyah yang digelar pada Jum’at (9/7) malam.
Pernyataan bahwa warganet Indonesia termasuk dalam golongan yang paling tidak beradab tersebut berasal dari hasil survei Microsoft tentang Indeks Keadaban Digital atau Digital Civility Index (DCI). Penelitian tersebut digelar Microsoft di 32 negara dan melibatkan lebih dari 16.000 responden.
Hasil survei itu menunjukkan bahwa Indonesia bersama dengan Rusia, Afrika Selatan, dan Meksiko termasuk negara yang paling tak punya adab di internet. Sedangkan dalam Lingkup Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara dengan adab paling buruk.
Dalam konteks yang berkaitan dengan agama sendiri, Prof Mu’ti juga melihat berbagai informasi hoaks. Menurut dia, adanya berbagai informasi yang salah tentang agama tersebut terkadang juga cukup menyita waktu untuk meluruskannya.
“Era sekarang yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi itu ternyata memang tidak menjadikan manusia itu semakin cerdas, tidak menjadikan manusia semakian arif,” ucap Prof Mu’ti.
Menurut Prof Mu’ti, hal ini senada dengan buku berjudul World Without Mind yang ditulis mantan editor The New Republic, Franklin Foer. Dalam terjemah sederhananya, menurut dia, judul buku tersebut berarti Dunia tanpa Otak.
“Jika ditermahkan secara bebas mungkin dunia di mana manusia itu semakin bodoh justru ketika teknologi itu ada dalam genggaman tangan,” katanya.
Karena itu, menurut Prof Mu’ti, fenomena ini memang menjadi persoalan tersendiri di kalangan umat Islam, khususnya warga persyarikatan Muhammadiyah. “Fenomena ini memang menjadi persoalan tersendiri ketika kita juga melihat kecenderungan umat, termasuk di kalangan warga persyarikatan, yang lebih memilih mengikuti informasi-informasi yang secara ilmiah maupun diniyah tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” jelasnya.