Rabu 07 Jul 2021 02:02 WIB

Islamofobia Belgia dan Sirup yang Diekspor ke Indonesia

Menurut Torrekens, wacana ekstrem kanan sedang meningkat di Belgia

Islamofobia (ilustrasi)
Foto:

Jajak pendapat menunjukkan sikap garis keras Francken tentang migrasi, yang membuatnya populer di kalangan pemilih tetapi juga menyebabkan koalisi pemerintah terpecah.

Beberapa pekan sebelumnya, sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa 74 persen orang Belgia memandang Islam sebagai agama yang tidak toleran, 60 persen melihatnya sebagai ancaman, 43 persen berpikir bahwa menjadi orang Belgia dan Muslim tidak sesuai, dan 40 persen berpikir Muslim memiliki sesuatu untuk dilakukan terkait terorisme.

Torrekens juga menilai, Belgia telah mengalami lebih dari tiga dekade debat publik seputar integrasi Islam itu sendiri dan Muslim. Meskipun mungkin sulit untuk menilai dampak dari perdebatan semacam itu. Namun yang dapat diperhatikan adalah bahwa mereka telah menembus batasan terkait apa yang bisa di muka publik soal Islam itu sendiri, dan umat Islam.

Jilbab tentu saja merupakan topik yang paling umum dan pertama kali muncul dalam debat publik. Argumentasi tentangnya berkisar mulai dari simbol Islamisme hingga ketundukan perempuan. Atau juga sebaliknya, sebagai simbol agensi dan ekspresi iman di depan umum. Argumen di sekitarnya sering muncul, terutama dalam konteks pendidikan tinggi dan pekerjaan dalam administrasi publik.

Pada 2012, Mahkamah Konstitusi mengonfirmasi larangan cadar setelah dua putaran diskusi parlemen di mana, cukup ironisnya, mereka melangkah lebih jauh dengan mengutip ayat-ayat Alquran untuk menunjukkan fakta bahwa itu bukan kewajiban agama. Agama Islam dan Muslim sendiri secara teratur diberi nilai-nilai budaya negatif.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement