REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sebuah institut Muslim di kota Paris, Prancis dirusak dengan grafiti bertuliskan kata-kata rasialis dan islamofobia pada Ahad pagi. Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengutuk tindakan tersebut dan berjanji akan menemukan pelaku.
Insiden itu terjadi di Institut Al Ghazali, kampus Masjid Agung Paris di kota selatan Martigues dekat Marseilles. Pengelola Masjid Agung Paris dengan tegas menyatakan keprihatinan atas meningkatnya serangan islamofobia. Mereka mendesak pihak berwenang memperkuat sistem keamanan di tempat-tempat keagamaan.
“Tanda rasialis dan anti-Muslim ini adalah serangan terhadap para siswa yang akan menjadi imam Prancis di masa depan dan orang yang menghadapi tindakan itu tidak akan menyerah bekerja untuk persatuan masyarakat dan negara kita,” kata mereka dalam sebuah pernyataan.
Dilansir Daily Sabah, Senin (5/7), Kepala Masjid Agung Paris Chems-Eddine Hafiz yang juga mengepalai Institut Ghazali, mengorganisir unjuk rasa pada 11 Juli di Martigues untuk menunjukkan solidaritas bersama para imam dan mahasiswa. Ini merupakan serangan vandalisme keempat yang terjadi pada tahun ini di mana tempat-tempat budaya dan agama Islam dirusak oleh kata-kata yang penuh kebencian.
Pada April, Pusat Muslim Avicenna di kota Rennes dan Masjid Arrahma di Nantes diserang dengan grafiti islamofobia dan pembakaran menjelang bulan suci Ramadhan. Menyusul peristiwa itu, Darmanin menjanjikan keamanan tempat-tempat agama dan budaya Islam.
Selain itu, pada Februari, situs Masjid Sultan Eyyub yang sedang dibangun dan diharapkan menjadi tempat ibadah Islam terbesar di Eropa, diserang dengan tulisan rasialis. Jumlah insiden islamofobia di Prancis meningkat tajam di tengah kontroversi sikap pemerintah terhadap minoritas agama.
Menurut Kepala Observatorium Nasional Islamofobia Abdallah Zekri ada 235 serangan terhadap Muslim di Prancis pada 2020. Jumlah ini naik dari 154 tahun sebelumnya, melonjak 53 persen. Sebagian besar serangan terjadi di wilayah Ile-de-France (Paris Raya), Rhones-Alpes, dan Paca.