Selasa 22 Jun 2021 18:01 WIB

Benarkah Ada Ikatan Ideologi Hamas dan Ikhwanul Muslimin?

Hamas memiliki ikatan ideologi dan sejarah dengan Ikhwanul Muslimin

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Hamas memiliki ikatan ideologi dan sejarah dengan Ikhwanul Muslimin. Pejuang Hamas, ilustrasi

Sejak awal 1930-an, mereka tersebar dari Yafa hingga Yerusalem. Dalam jangka waktu beberapa tahun, puluhan ranting Ikhwanul Muslimin berdiri di banyak daerah se-Palestina. Jumlah anggotanya terus menanjak hingga sekira 20 ribu orang pada saat Hari Nakbah terjadi. Semuanya patuh pada arahan dari markas pusat IM di Kairo, Mesir.

Hingga periode 1940-an, Ikhwanul Muslimin sangat dekat dengan pergerakan radikal Palestina yang dimotori Syekh Izzuddin al-Qassam. Beberapa tahun sebelumnya, pejuang Palestina itu mendirikan Jam'iyyat asy-Syubban al-Muslimin dengan tujuan mengusir imperialisme Inggris dan pendudukan bangsa Yahudi dari Palestina. Dialah yang memulai seruan pergerakan bersenjata dalam melawan kolonialisme di Bumi al-Quds.

Pada 1948 menjadi tonggak penting dalam sejarah penjajahan yang dilakukan Zionis. Pada 14 Mei 1948, Britania Raya secara resmi mengakhiri mandatnya di Palestina. Pada hari yang sama, Dewan Nasional Yahudi di Tel Aviv meng umumkan proklamasi negara Yahudi Israel (Eretz-Israel). Hanya berselang beberapa jam kemudian, Amerika Serikat (AS) mengakui secara de facto negara baru itu.

Keesokan harinya, 15 Mei 1948, koalisi militer negara-negara Arab menyerbu Israel. Mereka datang dari pelbagai penjuru, seperti Mesir, Tran syordania, Iran, dan Lebanon. Kira-kira sembilan bulan lamanya aliansi Arab bertempur melawan Zionis, yang didukung negara-negara adidaya. Dalam Perang Arab-Israel 1948, tutur Bachtiar, tidak hanya Ikhwanul Muslimin Palestina yang terjun ke medan perjuangan.

Cabang-cabang Ikhwanul Muslimin di pelbagai negeri Arab, seperti Transyordania, Suriah, dan Irak, pun turut serta. Adapun para anggota Ikhwanul Muslimin dari Mesir bergabung menjadi prajurit sukarela dalam pasukan militer yang dikirim pemerintah Mesir ke Israel. Dari Negeri Piramida, sebanyak tiga batalion pasukan sukarela Ikhwanul Muslimin dipimpin Ahmad Abdul Aziz.

Namun, pada tahun yang sama di Mesir mulai merebak rumor-rumor tentang Ikhwanul Muslimin. Organisasi ini dituding hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Perdana menteri Mesir saat itu, Mahmoud El Nokrashy Pasha, lalu membekukan aktivitas gerakan tersebut di seluruh negeri. Kurang dari tiga pekan kemudian, sang perdana menteri di tembak oleh seorang simpatisan Ikhwanul Muslimin.

Kejadian nahas itu membuat rezim setempat memusuhi Hasan Al Banna dan para pendukungnya. Bahkan, pada 12 Februari 1949, sang perintis IM dibunuh seseorang yang diduga merupakan anggota biro intelejen Mesir. Dalam situasi demikian, cabang Ikhwanul Muslimin di Palestina pun terimbas.

 

Akan tetapi, tokoh-tokohnya tidak berniat menghentikan perjuangan. Mereka lantas mendirikan Jam'iyyah at-Tauhid. Organisasi ini tidak hanya berfokus pada jihad dengan persenjataan dalam melawan Zionis, tetapi juga melakukan gerakan-gerakan dakwah dan pendidikan. Semuanya sevisi dengan Ikhwanul Muslimin, sebagaimana dicanangkan Hasan Al Banna.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement