Selasa 15 Jun 2021 09:17 WIB

Kasus Tanjung Priok dan Hukum Pungli dalam Islam

Bagaimana hukum harta dan tindakan melakukan pungli

Truk bermuatan peti kemas melintas di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (11/6/2021). Petugas kepolisian merespon keluhan supir kontainer dihadapan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan di Pelabuhan Tanjung Priok dengan mengamankan 49 pelaku pungli yang melakukan aksi di kawasan Tanjung Priok
Foto:

Lebih lanjut ustaz Kusyairi menerangkan seluruh orang yang terlibat dalam perbuatan pungli termasuk yang mengkoordinir kegiatan pungli, maka menurutnya juga telah melakukan dosa yang besar.

Sementara Imam Nawawi menyebut pungli sebagai perbuatan dosa yang paling jelek. Pungli hanya menyusahkan dan menzalimi orang lain. Pengambilan pungli merupakan pengambilan harta dengan jalan yang tidak benar, penyalurannya pun tidaklah tepat.

Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) memang tak memberi fatwa spesifik tentang pungli. Namun MUI telah mengharamkan risywah yang dipadankan dengan korupsi.

Fatwa yang dikeluarkan pada 29 Juli 2000 tersebut menjelaskan, risywah adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberi disebut rasyi, sementara penerima disebut dengan ra'isy.

Dalam fatwa MUI menjelaskan, suap, uang pelicin, money politic, dan lain sebagainya dapat dikategorikan risywah apabila tujuannya meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan perbuatan yang hak. Karena itu, MUI memfatwakan hukum risywah adalah haram.

Maka, harta pungli haram untuk dimakan atau digunakan. Sebab itu menurut ustaz Kusyairi pelaku pungli harus segera bertaubat kepada Allah dan mengakhiri perbuatan jahatnya.

"Kalau mayoritas ulama sepakat pungli itu masuk pada dosa besar maka pendapatan, penghasilan, yang didapat dari itu hukumnya haram. Dalam hadis disebut seluruh daging yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram maka baginya neraka. Jadi masalah ini serius, karena bisa membuat tercerabutnya berkah dalam hidup, dalam keluarga, dan lebih luas lagi tercabutnya keberkahan dalam berbangsa," katanya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement