REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Banda Aceh (ANTARA) - Badan Baitul Mal Aceh menargetkan peraturan tentang zakat sebagai pengurang pajak terlaksana pada 2022, sehingga masyarakat di "Serambi Makkah" itu tidak perlu lagi harus membayar zakat dan pajak secara terpisah.
"Sekarang naskah akademiknya sudah siap, draf RPP (rencana peraturan pemerintah) sudah siap, dan tinggal kita finalkan kembali, mungkin ada hal-hal yang masih perlu dibahas," kata Ketua Badan Baitul Mal Aceh, Nazaruddin A Wahid, di Banda Aceh, Rabu (2/6).
Nazaruddin mengatakan, rancangan implementasi dari zakat pengurang pajak ini merupakan perintah UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA), pada pasal 192 diamanahkan supaya zakat tersebut dapat mengurangi pajak.
Kata Nazaruddin, pihaknya sudah melakukan beberapa langkah kajian tentang peraturan tersebut, dan untuk RPP nya telah selesai dibahas dengan lintas sektor di Aceh. Karena itu dalam waktu dekat segera disampaikan kepada Kemendagri."Insya Allah nanti pada 7 Juni ini kita akan mengantarkan langsung ke Jakarta yaitu ke Kemendagri terkait RPP zakat pengurang pajak ini," ujarnya.
Nazaruddin menyampaikan, jika nantinya peraturan tersebut dapat diwujudkan, maka nantinya antara zakat dengan pajak tidak lagi dibayar terpisah, melainkan dengan proses integrasi untuk keduanya.
Dirinya mencontohkan, sistem integrasi yang dimaksud adalah, jika selama ini masyarakat Aceh harus membayar zakat Rp 2.500 ditambah pajak Rp 15 ribu (total 17 ribu) dari pendapatan Rp 100 ribu per tahun, maka ke depan cukup sekali saja.
"Ke depan, kalau kita ada pendapatan Rp100 ribu, maka kita bayar zakat dan pajak hanya Rp15 ribu, di situ sudah ada zakat Rp2.500, dan sudah ada pajak Rp12.500, cukup sekali bayar. Jadi ini yang kita sebutkan integrasi antara zakat dan pajak," kata Nazaruddin.
Nazaruddin menuturkan, manfaat implementasi dari peraturan zakat pengurang pajak tersebut terhadap masyarakat Aceh yakni tidak lagi membayar ganda, sehingga beban yang dikeluarkan juga sedikit."Kalau kita lihat manfaatnya masyarakat akan kurang beban kewajiban pembayaran, itu kita sudah membantu masyarakat, tidak lagi dua kali bayar," ujarnya.
Nazaruddin menambahkan, pendapatan dari zakat yang mampu dikumpulkan pada tingkat provinsi oleh Baitul Mal Aceh sejauh ini sebesar Rp580 miliar per tahun, dan untuk seluruh Aceh (23 kabupaten/kota) mencapai Rp280 miliar.
Namun, kata Nazaruddin, jika kebijakan zakat pengurang pajak itu diterapkan, diperkirakan pendapatannya lebih besar, bisa mencapai Rp4 triliun per tahunnya."Jika sudah diterapkan, maka zakat itu kita perkirakan mencapai Rp3 triliun sampai Rp4 empat triliun, ini karena sistem zakat tersebut dilakukan dengan integrasi," katanya.
Pendapatan zakat itu, lanjut Nazaruddin, nantinya akan masuk dalam kas negara atau terhitung sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ketentuan zakat masuk kas daerah ini berlaku untuk Aceh.
"Jadi Aceh beda dengan daerah lain, kalau di luar Aceh zakat dan infak itu bukan pendapatan negera, melainkan di Aceh zakat, dan infak merupakan PAD," demikian Nazaruddin.