"Kan sekarang belum ada yang divonis, yang sempat menghebohkan, ada yang karena perbuatannya bisa dikenai ancaman hukuman mati, kan sekarang juga kasusnya malah seperti mati suri, tidak ada proses," ujarnya.
Prof Mu'ti juga mengatakan bahwa persoalan yang terjadi di KPK harus dipahami bahwa kepentingannya adalah membela institusi KPK, bukan membela orang perorangan karena itu terlalu subjektif. Ia menegaskan, kepentingannya adalah membela institusi, hubungannya dengan bagaimana agar KPK ini lebih berdaya.
"Dan (bagaimana agar) KPK sebagai satu-satunya lembaga yang sekarang masih dipercaya masyarakat dalam pemberantasan korupsi itu masih bisa lebih kuat lagi, ini harus kita lihat sebagai bagian kenapa kemudian persoalan ini menjadi begitu ramai," ujarnya.
Menurutnya, persoalan di KPK sekarang ini kelanjutan dari kontroversi sejak revisi UU KPK kemudian ada peraturan pemerintah. Ia mengatakan, memang sejak awal publik sangat keberatan ketika perubahan UU KPK mengharuskan mereka yang bekerja di KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN). Menurutnya itu akan berdampak terhadap independensi dan keleluasaan mereka untuk bergerak.
"Apalagi jika kita lihat memang banyak hal yang berkaitan dengan pengungkapan kasus itu harus melalui proses administrasi yang itu terlalu birokratis dalam pandangan saya, bagaimana memberantas korupsi harus izin dan harus ada persetujuan dari pihak-pihak tertentu, ini akhirnya memang menjadi persoalan," jelasnya.